Oleh : Erza Surya Werita, S.Pd (Guru MTsN 2 Solok)
Sumber energi penunjang hidup masayarakat sekarang sudah hampir sepenuhnya berganti ke listrik. Sumber energi yang biasanya masih didapat secara sederhana perlahan-lahan mulai menghilang. Akibatnya, hampir semua aktivitas yang membutuhkan sumber energi bergantung pada listrik. Masyarakat kelas bawah pun ikut menggunakan sumber energi ini. Akan tetapi, penggunaan sumber energi listrik membebani masyarakat kecil, sehingga pertumbuhan ekonomi mereka sangat lemah, malah semakin jatuh. Padahal tujuan pemerintah dengan mengganti sumber energi ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kelas bawah. Tidak heran jika semakin banyak bermunculan kampung gelap dan kumuh di daerah-daerah perkotaan yang rata-rata penduduknya dihuni kelas bawah yang menggantungkan sumber pencahariannya dari penduduk kota kelas menengah ke atas.
Tidak semua daerah di Indonesia mendapat pasokan aliran listrik. Kendala yang dihadapi adalah jarak yang terlalu jauh dan sulit diakses. Minimnya pengetahuan masyarakat akan listrik, serta penolakan oleh beberapa kalangan masyarakat adat.
Jangkauan energi listrik untuk daerah pedalaman yang sulit diakses terpaksa distop. Sumber energi yang digunakan masih bersifat sederhana. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan tenaga hewan untuk menggantikan peralatan yang biasanya dapat bersumber dari energi listrik. Misalnya penggunaan tenaga kuda, kerbau, atau sapi untuk memutar mesin penggiling tebu. Contoh lain dapat dilihat dari penggunaan kincir air untuk menaikan air ke sawah. Padahal jika ada energi listrik, maka air dapat dinaikkan dengan menggunakan mesin yang bersumber energi listrik.
Minimnya pengetahuan masyarakat yang tinggal di daerah terisolir juga menjadi hambatan tersendiri. Ada kelomok masyarakat yang tidak mengenal adanya mesin cuci, tidak mengenal adanya televisi, serta beberapa peralatan lainnya.
Seiring dengan minimnya pengetahuan ini, minimnya penerimaan masyarakat akan teknologi yang menggunakan sumber energi listrik juga menjadi kendala. Ada beberapa kelompok masyarakat yang menolak penggunaan listrik dan teknologi-teknologi yang menggunakan sumber energi ini. Mereka beralasan, bahwa teknologi tersebut dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat dan adat mereka.
Bagi daerah yang telah dialiri listrik, timbul masalah baru mengenai pembiayaan yang kian meningkat. Apalagi Sebagian besar rakyat kecillah yang sangat bergantung padanya untuk kelangsungan hidup yang lebih baik. Akibat meningkatnya tarif listrik, perekonomian masyarakat kecil kian kacau, mereka makin menjerit, sehingga angka kemiskinan kian naik. Apalagi kenaikan listrik juga diikuti oleh kenaikan harga bahan bakar (BBM).
Berbagai solusi sudah dilakukan agar beban biaya listrik yang dikeluarkan tiap waktunya berkurang. Di antaranya mematikan alat-alat listrik pada waktu-waktu tertentu dan mengganti penggunaan peralatan listrik dengan tenaga secara manual. Namun Langkah ini tetap saja tidak terlalu membantu.
Naiknya beban biaya listrik mungkin sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mengtasi krisis energi yang terjadi. Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Dewan Energi Nasional (DEN), Darwin Z Saleh yang juga seorang Menteri ESDM, di masa pemerintahan mantan presiden Susilo Bambang Yudoyono, pada sidang anggota keempat. Menurutnya, ada 13 poin penyebab krisis energi terjadi. Pada poin kelima dinyatakan, bahwa harga energi tidak sesuai dengan harga perekonomian subsidi yang tidak mencukupi. Pada poin keenam dinyatakan, bahwa adanya keterbatasan dana untuk pembangunan pembangkit listrik baru.
Sementara itu, pemerintah juga pernah berencana mengganti penggunaan sumber energi memasak yang biasanya dari gas diganti dengan energi listrik. Hal ini terjadi karena adanya oversupply yang akan terjadi di daerah Jawa dan Bali hingga mencapai 61 % dari total kebutuhan. Oversupply ini terjadi akibat penambahan daya dan pembangunan pembangkit listrik baru yang mampu menghasilkan daya sangat besar.
Rencana pemerintah mengganti kompor gas dengan kompor listrik menjadi polemik baru. Masyarakat pengguna daya 450 hingga 900 kWH mengkhawatirkan beban biaya penambhan biaya. Kekhawatiran ini mengigat daya untuk kompor listrik sendiri adalah 1000 watt. Bila dipaksakan pada daya rendah, maka listrik sering jeglek. Untunglah kebijakan ini tidak jadi dilaksanakan atau belum bisa dilaksanakan. Jika ini benar-benar terlaksana, mungkin masyarakat kelas bawah akan beralih kembali menggunakan sumber energi alam, seperti penggunaan kayu bakar dan tenaga secara manual. Jika mereka tetap memaksakan, maka tentunya kehidupan mereka yang sudah terhimpit kian terhimpit. Tidak heran jika nantinya penduduk Indonesia berada di garis kemiskinan yang kian mengkhawatirkan.
Pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang memihak rakyat kecil. Dengan demikian, ekonomi mereka ikut bertumbuh sebagaimana bertumbuhnya ekonomi masyarakat kelas atas yang tentunya tidaklah dapat mereka samai. Meski begitu, sedikitnya pemerintah telah berusaha membantu mereka dengan menaikan sedikit taraf hidup dan mengurangi beban kekhawatiran mereka. Dengan terjadinya perbaikan ekonomi kelas bawah, maka dengan sendirinya kemiskinan rakyat Indonesia kian berkurang.
Discussion about this post