Karena Karta takut kehilangan istri yang di cintainya, Akhirnya Karta lebih memilih ibunya yang harus keluar dari rumahnya. Padahal di rumah itu, ibunya pun memiliki saham dalam membuat dan membangun rumah tersebut.
“Keluar ! saya tidak mau tahu !” Bentak Karta dengan bengisnya. Bahkan dengan sombongnya Karta pun mendorong ibunya keluar rumah. Sedangkan Nita, istri Karta dengan angkuhnya memperlihatkan, seakan akan dirinyalah pemenangnya. Hanya berbekal beberapa potong pakaian, tanpa di beri uang satu rupiah pun, ibu Fatimah Meninggalkan rumah itu.
“Saya tidak akan ridho dunia akherat akan perlakuannya kepadaku, kuharamkan air susu yang telah diminumnya, semoga dia di bakar di dunia dan di akherat.” Kutuk ibu Fatimah.
Dengan air mata yang terus mengalir di pipinya yang sudah mulai mengeriput, wanita tua itu terus menyelusuri jalan raya seorang diri. karena tidak membawa uang sepeserpun. Ibu Fatimah terpaksa berjalan kaki menuju rumah anaknya yang lain. Sejak kepergian ibunya, kehidupan rumah tangga karta bukanya bertambah harmonis, malah makin berantakan. Bahkan Karta pun menjadi jatuh sakit, Sembilan bulan lamanya Karta melawan sakit.
Rasa sakit yang dirasakannya berawal hanya gatal gatal biasa saja, kemudian lama kelamaan tampak memerah di sekitar perut. Beberapa dokter dan paranormal telah ia datangi, namun pengobatanya yang ia jalani sia sia saja, tak ada hasilnya, bahkan harta yang ia miliki mulai habis untuk mengobati penyakitnya itu.
Perlahan-laha badan Karta mulai mengurus, berjalan pun sudah mulai tak sanggup, akhirnya ia berbaring lemah sepanjang waktu di ranjangnya, sedangkan dari perutnya keluar cairan yang sangat bau. Teman teman dan para tetangganya pun mulai menjauh karena takut tertular dengan penyakit karta. Badannya tak bisa di gerak gerakkan kekanan ataupun kekiri karena bisa menimbulkan rasa sakit yang amat sangat. Belakang tubuhnya mulai lecet lecet di sebabkan terlalu lama berbaring kaku di ranjang.
Karta menyadari bahwa sakit yang dideritanya itu di sebabkan oleh sikapnya yang telah mendurhakai ibunya sendiri. Oleh karena itu ia pun meminta supaya sang ibu dapat datang kerumahnya agar ia bisa meminta maaf kepada sang ibu. Tolong panggilkan ibu saya, saya ingin bertemu dengannya karena saya telah berdosa kepadanya, ratap Karta.
Tak lama kemudian, di utuslah salah seorang tetangganya untuk meminta ibunya bersedia datang melihat kondisi Karta. Namun ibu Fatimah tidak bergeming, hatinya terlalu sakit menerima perlakuan anaknya yang kurang ajar dan tidak tahu balas budi itu.
“Luka hatiku jauh lebih sakit dari apa yang ia derita” ujar ibu Fatimah menolak orang yang merayunya untuk berkenan datang menemui anaknya. Akhirnya orang itupun kembali pulang dengan langkah gontai pergi meninggalkan rumah Tini. Bersambung….
Discussion about this post