Klik ini—>>Edisi 1
By : Budi Gunawan
Menyambung cerita dari edisi pertama berjudul “Suara Jufri Zubir Menggema Se-Indonesia”. Aku dilanda kebingungan. Sesi manakah yang akan kudahulukan, karena semua tentang sosok Jufri Zubir itu menarik. Mulai dari kisahnya, cara berpikirnya, pengalamannya, cara bicaranya dan sikap “low profil”(rendah hati) yang dimilikinya.
Kulihat banyak sekali perbedaan di dalam diri Jufri Zubir daripada orang-orang sukses lainya. Cara ia berpikir, berpendapat, sudut pandang dan gaya hidupnya yang sederhana itu sangat berbeda dari kebanyakan orang.
Baiklah sesuai judul di atas, ” Tidak Disangka, Jufri Zubir Merevolusi Kehidupan Ekonomi Masyarakat di Hutan Belantara”. Ini merupakan kisah yang sangat inspiratif sekali bagiku dan kita semua.
Sewaktu di Pekanbaru, aku berkesempatan bercerita panjang dengan dia. Ketika itu di sela acara pertemuan Jufri bersama para wartawan di Hotel Jatra. Saat itu, semua orang tengah menikmati jamuan hidangan di Jatra Hotel yang mewah. Tentu saja hari itu sungguh menyenangkan. Aku sendiri merasa kaku karena belum saling mengenal para tamu yang hadir. Mereka semua yang hadir itu beragam.
Sembari menikmati jamuan, aku memulai perkenalan dengan mereka. Jumlahnya tidak banyak, sekitar tiga puluhan orang yang datang. Kami duduk di meja yang bersebelahan. Saat itulah hal-hal yang membuat keningku berkerut. Mengapa mereka semua bisa mengenali Jufri.
Setelah mengenali mereka satu persatu, akupun terhenyak. Tertegun dan cukup terpukul oleh semua orang yang hadir.
Hal mencengangkan itu adalah ketika aku berkenalan dengan kehadiran orang-orang selain dari para wartawan yang hendak melakukan wawancara di sana. dari profesi sebagai supir, pedagang kaki lima, tukang pijit, guru ngaji, kakek-kakek, petani dan lainya yang tidak sempat kutanyai lagi. Anehnya mereka semua mengaku sangat mengenal dekat dengan Jufri.
Mereka tidak terlihat gugup atau gerogi dengan pertemuan tersebut. Itulah yang membuatku yakin bahwa mereka sangat dekat dengan Jufri. Mungkin diantara mereka hanya aku saja yang terlihat gugup dan gerogi, karena merasa orang baru yang bertemu dengan Tokoh besar seperti dia. Diawal perkenalan saja pada malam sebelumnya aku sudah bersikap canggung di depanya sewaktu bersama Pak Em.
Di kejauhan kulihat Jufri keluar dari dalam lift hotel. Dia mengenakan pakaian yang biasa saja. Tidak seperti dugaanku dia akan memakai jas atau pakaian bak seorang borjuis. Bahkan, wartawanpun menyarankan dia untuk mengganti pakaian jas saat di wawancari di depan kamera untuk media televisi nantinya. Aku langsung mengartikan pakaian formal bukanlah gaya hidupnya sehari-hari. Aku kagum dengan kesederhanaan yang dia miliki. Dan karena itu, aku malah teringat presiden kita jadinya deh.

Perlahan dia mendekati kami, aku melihat mereka sama-sama tersenyum kemudian saling berjabatan tangan serta berpelukan kecil selaykanya orang yang sudah lama tidak bertemu.
“Inilah teman-temanku Bud, semuanya sudah seperti saudaraku”, katanya memperkenalkan mereka.
Suaraku tercekat sehingga tak bisa berkata menjawabnya, dan hanya bisa tersenyum kecil.
Dia duduk di meja sebelah bersama para tamu-tamunya itu. Mereka terbahak-bahak saling bercanda terlihat akrab sekali. Di dalam hati kurasakan ketakjuban saat melihatnya. Dia seperti bukan orang kaya saja seperti kebanyakan orang kaya lainya. Di saat itulah aku belajar untuk menjadi orang yang tidak pernah melihat orang lain dari latar belakangnya.
Lalu, setelah mereka selesai bercengkrama di acara pertemuan silaturahmi sahabat lama itu, barulah aku mendapatkan kesempatan bercerita panjang denganya. Cerita luar biasa yang akan kutayangkan dengan banyak edisi.
Salah satunya ketika dia pernah hidup di hutan belantara mahato.
Waktu itu sekitar beberapa tahun yang lalu, keadaanya saat itu sedang susah dan baru jatuh bangkrut karena dikhianati oleh teman dekatnya sendiri. Semua hartanya habis oleh musibah kebakaran. Dia tidak memiliki apa-apa lagi selain dari tekad dan keimanan yang kuat. Baginya musibah itu hanyalah ujian, itu adalah cara Tuhan katanya.
Dia ihklaskan semua itu dan memutuskan untuk pergi ke dalam pemukiman masyarakat dengan kehidupan keras di dalam hutan mahato. Yang ada dipikiranya saat itu hanyalah bagaimana agar bisa mendapat ketenangan dan kehidupan sementara dahulu, karena waktu itu dia mendengar dari kawan-kawan bahwa di sana banyak pembalakan kayu. Dan dia mencoba untuk menghentikan dengan mempelajari daerah tersebut.
Dia mulai melakukan perjalanan hanya bermodal perbekalan seadanya. Hutan yang dimasukinya itu sangat luas. Di sana banyak terjadi pembalakan dan kebakaran hutan. Jika keadaan terus begini, maka Riau khususnya kota Pekanbaru akan menjadi kota asap, katanya.
Maka dari itulah dirinya ingin membuat perubahan agar daerahnya kembali segar. Mumpung ia saat itu tidak memikirkan untuk mencari materi kehidupan pasca musibah dan kebangkrutan yang dialaminya.
Perjalananpun perlahan ia laksanakan. Bukan jarak lokasi yang jadi masalah tetapi ancaman bila berada di sana bisa berakibat celaka baginya. Dan diapun tetap melangkah.

Seketika sampai di sana, memang benarlah adanya kehidupan teksas seperti yang disebut kebanyakan orang. Preman kuat dan ditakuti berkumpul di sana. Hal itu tidak menyuruti langkahnya, karena dia sudah menyerahkan sepenuhnya takdir hidup kepada Tuhan.
“Jika Tuhan ingin menghabisi mungkin sudah dari dulu aku tiada. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bila berTuhan”, katanya.
“Tapi aku yakin, Tuhan itu tidak pernah luput melindungi ciptaan-Nya yang selalu ikhlas dan berserah”. Katanya dengan tatapan mata yang tajam kepadaku.
Kemudian dia mencoba bertahan menjalin pergaulan dengan masyarakat di sana, meskipun nyawa taruhanya. Tapi dengan tekad dan kesadaran yang kuat dia berhasil menjalin kedekatan dengan mereka.
“Puji Syukur Tuhan Yang Maha Penyayang dan Melindungi. Saya berhasil bertahan hidup dengan waktu yang cukup lama di sana”, ucapnya.
Semakin lama dia berada di sana, medan semakin terasa rumit baginya. Dia tidak tahan melihat realita di dalam hutan tersebut. Banyak hal-hal yang mengganggu bathin dan perasaanya. Karena bagi dia kehidupan di sana sangatlah di luar bayanganya. Tentulah di dalam rimba yang berlaku ya hukum rimba.
Menurutku Jufri Zubir adalah seorang pemberani dan memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Aku teringat katanya, bahwa “kekuatan itu bisa besar bila di jalan benar dan selalu berlindung kepada Tuhan”.
Selanjutnya, suatu keajaiban ia dapati. Akhirnya dia berhasil menaklukan daerah itu dengan manajemen ekonomi.
Para preman dan pemimpin-pemimpin di dalam itu segan denganya. Karena dia sangat komunikatif dan interaktif berbaur dengan masyarakat itu.
Meskipun dia tidak mengikuti apa yang terjadi di sana tetapi dia juga diperhitungkan orang. Sebab dia pintar menjadi penyalur bahan makanan kebutuhan mereka. Dan berdaganglah dia.
Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Akhirnya pembalakan itu diberantas pemerintah dengan melibatkan pihak keamanan yang besar. Terhentilah semua itu seperti halnya yang ingin diubahnya.
Lama ke lamaan merekapun merasakan kesulitan ekonomi. Disaat itulah kehadiran Jufri sangat berperan mengubah situasi sampai 180 derajat. Mereka yang selama ini biasa membalak akhirnya menjadi pebisnis.
Jufri membantu mereka berbisnis sawit. Mereka menjadi petani, Mereka hidup di jalur normal dalam kebenaran. Dia mampu mengubah paradigma bisnis praktis menjadi paradigma systematis di tengah-tengah masayarakat itu.
Sampai saat sekarang kehidupan mereka kembali makmur berbisnis sawit dan tiada lagi kegiatan praktis tersebut.
Dan Jufripun kembali ke Kota. Tidak selesai di situ, diapun kembali mengalami perjalanan hidup yang lebih luar biasa lagi.
Kisah selanjutnya dimulai ketika dia membangun kembali hidup baru. Dia mengembangkan….Bersambung
Discussion about this post