• Redaksi
  • Visi Misi
  • Kode Etik
  • Kontak
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
Kamis, Maret 30, 2023
Targetindo.com
  • BERANDA
  • HEADLINE
    • PARIWARA
    • TARGETINDO TV
  • PERISTIWA
  • INVESTIGASI
  • ARTIKEL
  • SUMBAR
    • DPRD
  • INTERNASIONAL
  • LAINNYA
    • JAMBI
      • ACEH
    • JAWA BARAT
      • JAWA TENGAH
    • JAWA TIMUR
      • KALIMANTAN
    • KEPULAUAN RIAU
      • LAMPUNG
    • RIAU
      • SULAWESI
    • SUMSEL
      • SUMUT
    • PAPUA
  • POLITIK
  • OPINI
  • HUKUM & KRIMINAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • HEADLINE
    • PARIWARA
    • TARGETINDO TV
  • PERISTIWA
  • INVESTIGASI
  • ARTIKEL
  • SUMBAR
    • DPRD
  • INTERNASIONAL
  • LAINNYA
    • JAMBI
      • ACEH
    • JAWA BARAT
      • JAWA TENGAH
    • JAWA TIMUR
      • KALIMANTAN
    • KEPULAUAN RIAU
      • LAMPUNG
    • RIAU
      • SULAWESI
    • SUMSEL
      • SUMUT
    • PAPUA
  • POLITIK
  • OPINI
  • HUKUM & KRIMINAL
No Result
View All Result
Targetindo.com
No Result
View All Result

Akibat Ilmu Sesat, Mayat Kembali Pulang (Eds 03) “Jenazah Dihalaman”

163
VIEWS
Share on WhatsappShare on FacebookShare on Twitter

Suasana terasa begitu mencekam, detik-detik berlalu terasa lambat. Tanpa dapat dicegah, Agus terlilit gelisah yang luar biasa. Tiba-tiba saja mereka semua dikejutkan oleh terdengarnya suara gedebug yang begitu keras, seperti benda besar yang jatuh dari ketinggian.

Dengan refleks nya, mereka berbarengan bangkit dari tempat duduk masing-masing. Tapi, tidak ada seorang pun yang bergerak ke luar. Baru setelah Kyai Mansyur melangkah ke luar, Agus langsung bergegas beserta murid-muridnya mengikuti dari belakang.

“Oh, tidak…” Seketika itu juga Agus mendesis serasa tidak percaya. Kedua bola matanya membeliak lebar, melihat sosok yang terbungkus kain kafan menggeletak di tengah-tengah halaman rumah. Sekujur tubuh Agus bergetar, dan kakinya terpaku di ambang pintu menyaksikan keganjilan tersebut. Saat itu pandangan matanya menjadi berkunang-kunang, dan kepalanya terasa berdenyut-denyut. Sekujur tubuhnya pun mendadak lemas, seperti kehilangan seluruh tenaga.

Namun dia mencoba untuk tetap kuat, dan menyaksikan bagaimana Kyai Mansyur memerintahkan murid-muridnya untuk membawa masuk jenazah ayahnya yang kembali pulang dalam keadaan utuh, serta masih terbungkus kain kafan. Sementara Agus sendiri tidak bisa berbuat apa-apa, terus berdiri terpaku diam di ambang pintu, meskipun jasad ayahnya sudah terbaring di tengah-tengah ruangan depan yang besar. Murid-murid Kyai Mansyur mengelilingi dan kembali melantunkan ayat-ayat suci, dengan suara pelan dan merdu. Kyai Mansyur sendiri berdiri di samping Agus, sambil memegangi pundaknya dengan tangannya yang terasa sejuk.

Keesokan harinya jasad Almarhum kembali dimakamkan oleh murid Kyai Mansyur. Kali ini tidak ada seorang pun penduduk dan tetangganya yang ikut mengantar. Mereka semua tahu, tapi hanya memandang saja dari depan rumahnya masing-masing. Sedangkan Agus sendiri menjadi tidak sanggup untuk menatap wajah orang-orang itu. Peristiwa ini benar-benar membuat dia malu dan jiwanya teguncang hebat. Bahkan ibunya sampai tidak mau ke luar dari kamarnya.

Pemakaman Almarhum untuk yang kedua kalinya, berlangsung cepat. Dengan terburu-buru, mereka kembali pulang dan melakukan pengajian. Saat itu, beberapa orang tetangga mulai berdatangan dan ikut dalam pengajian. Semakin siang, semakin banyak saja yang datang. Bahkan para ibu-ibu mulai sibuk di dapur untuk memasak. Karena ibunya tidak mau ke luar dari kamar, terpaksa segala sesuatunya Agus yang menangani.

“Pak Kyai, apakah mereka semua sudah tahu penyebab ayahku jadi seperti ini…?” bisik Agus pada Kyai Mansyur.

“Mari ikut aku…” ajak Kyai Mansyur sambil bangkit berdiri. Kyai Mansyur membawa Agus keluar dari rumah dan terus berjalan menjauhi keramaian itu. Sesampainya mereka di sebuah bangku bambu, yang ada di bawah pohon mangga. Yang terletak di halaman rumahnya yang cukup luas, mereka duduk di sana dan Kyai pun mulai menceritakannya.

“Dulu aku dan ayahmu sama-sama belajar dan menuntut ilmu di sebuah pesantren di daerah Banten. Pada waktu itu negeri ini masih dikuasai penjajah. Banyak yang gugur ketika itu. Bahkan guru kami ikut tewas. Beruntung sekali aku dan ayahmu bisa meloloskan diri, masuk ke dalam hutan dan menunggu keadaan mereda.

Setelah ke luar dari dalam hutan, kami langsung bergabung dengan tentara rakyat. Kami berjuang dengan cara bergerilya dan tidak pernah menetap lama pada suatu tempat. Setiap kami masuk ke suatu daerah, ayahmu tidak pernah membuang-buang kesempatan untuk mencari guru dan belajar ilmu sambil terus berjuang. Begitu rajinnya dia menuntut berbagai ilmu, membuatnya menjadi tangguh di medan perang dan sangat ditakuti, baik oleh lawan maupun oleh kawan sendiri. Bahkan komandan kami begitu segan kepadanya. Sehingga kami tidak pernah memberikan perintah seperti yang biasa dilakukan pada bawahan lainnya. Kalau pun ingin memberi perintah, pasti dilakukannya dengan cara yang sopan dan diawali dengan kata minta tolong. Jelas Kyai kepada Agus… bersambung..

Previous Post

DPRD PADANG MINTA BPMP2T KAJI ULANG PERIZINAN ANGKRINGAN JOGJA CABANG PADANG

Next Post

Ayah Kandung Bejat, Setubuhi 2 Orang Anak Gadisnya

Next Post

Ayah Kandung Bejat, Setubuhi 2 Orang Anak Gadisnya

Pentas Rumah Drama IMAJI 2016, "Dendang Lain Waktu Dan Robohnya Surau Kami"

Dahsyatnya Azab, Jika Durhaka Pada Orangtua

Discussion about this post

IKLAN 1

IKLAN 4

  • Redaksi
  • Visi Misi
  • Kode Etik
  • Kontak
  • Privacy Policy
  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
Email : redaksitargetindo@gmail.com

© 2020 PT TARGET INDO CENTRAL GROUP

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • HEADLINE
    • PARIWARA
    • TARGETINDO TV
  • PERISTIWA
  • INVESTIGASI
  • ARTIKEL
  • SUMBAR
    • DPRD
  • INTERNASIONAL
  • LAINNYA
    • JAMBI
      • ACEH
    • JAWA BARAT
      • JAWA TENGAH
    • JAWA TIMUR
      • KALIMANTAN
    • KEPULAUAN RIAU
      • LAMPUNG
    • RIAU
      • SULAWESI
    • SUMSEL
      • SUMUT
    • PAPUA
  • POLITIK
  • OPINI
  • HUKUM & KRIMINAL

© 2020 PT TARGET INDO CENTRAL GROUP