Padang Pariaman, TI – Batok atau tempurung kelapa kerap kali dibuang oleh para ibu rumah tangga, begitu juga di pasar-pasar tradisional dan ditempat lainnya. Namun bagi Bapak tua ini, bernama Basirali (59 th) mampu mengolahnya sebagai bahan baku mentah menjadi arang. Produk arang batok kelapa sebagai bahan baku setengah jadi dan setelah itu diolah kembali oleh Basir menjadi produk arang yang inovatif.
Usaha pembakaran tempurung kelapa itu dilakukan Basir di Jorong Pauh, Nagari Ketaping, Kecamatan Batang Anai, diatas lahan seluas 1 hektar. Saat media ini menyaksikan proses pengolahannya, memang cukup menarik untuk diketahui. Selain memiliki omset yang cukup lumayan, juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga setempat. Pasalnya, Usaha Basir ini mampu memperkerjakan sekitar 15 orang pekerja, yang berasal dari masyarakat sekitar.
Disela kesibukannya, Basir menjelaskan, produk batok arang tempurung kelapa dapat diproduksi sesuai kebutuhan pasar dan mampu menjadi produk unggulan. Pengolahan tempurung kelapa menjadi arang dilakukan dengan cara pembakaran. Setumpuk tempurung kelapa dimasukkan ke dalam drum. Kemudian, tempurung kelapa dibakar. Setelah itu, tempurung kelapa yang belum dibakar dimasukkan lagi setahap demi setahap ke dalam drum. Terangnya.
Selanjutnya, pembakaran dilakukan sampai drum penuh dengan tempurung kelapa. Setelah penuh, drum ditutup dan seluruh batok kelapa di dalam drum mengalami proses pembakaran. Lambat laun, tempurung kelapa akan menjadi arang. Setelah dipisahkan dengan sampah-sampah hasil pembakaran itu, arang tempurung kelapa akan menjadi bahan baku produk arang inovatif yang ia kirim ke daerah Bogor, Jawa Barat, minimal 20 ton. Jelas Basir.
”Empat kilogram tempurung atau batok kelapa hanya dapat menghasilkan 1 kilogram arang tempurung. Untuk mencapai 20 ton, saya bergabung dengan teman lainnya yang memiliki usaha sama, kalau sendiri saya ngak mampu karena keterbatasan modal dan peralatan” katanya.
Dari hasil pantauan media ini, terlihat usaha Basir belum memiliki beberapa alat kontrol. Karena sebelum produk dikirim, arang tempurung yang diproduksi mestinya diuji coba dulu untuk melihat kualitas arang, seperti lama pembakaran pada arang. Selain itu, Basir juga belum memiliki alat pendukung lainnya. Misalnya, alat/mesin ayakan, alat pengupas serabut, open pengolahan batok kelapa, genset, serta belum memiliki gudang.
Saat ini, arang tempurung kelapa yang diproduksi Basir, dilakukan hanya dengan cara manual saja, sehingga proses produksinya sangat terbatas. Jika peralatan pendukung mamadai serta memiliki gudang, maka usahanya bakalan mampu meningkatkan produksinya, namun karena keterbatasan modal mengakibatkan dirinya hanya jalan pelan ditempat saja. Sedangkan Basir telah memiliki lahan sebagai tempat usahanya seluas 1 hektar.
“Apabila peralatan pendukung usaha pembakaran tempurung kelapa kami ini memadai, tentunya akan membutuhkan lebih banyak pekerja lagi, saat ini 1 orang pekerja berpenghasilan mencapai Rp. 65ribu perharinya” tutur Basir dengan mimik polosnya.
Menurut, Ambril, Ketua LSM PENJARA Padang Pariaman, Potensi pasar ekspor produk arang tempurung masih besar. Di Eropa, arang tempurung dibutuhkan untuk memanggang daging (barbecue).
Di Timteng, arang tempurung lebih banyak digunakan untuk ”merokok” atau shisha. Sementara itu, di Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan, arang tempurung digunakan untuk keperluan memasak di restoran. Jelas Ambril.
Usaha pembakaran tempurung kelapa semacam ini, sudah semestinya mendapatkan dukungan dari pemerintah setempat. Setidaknya pemerintah memberikan bantuan peralatan pendukung pengolahan tempurung kelapa kepada pelaku usaha semacam Basir ini. Terangnya lagi.
Jelasnya, usaha semacam ini mampu membantu menghidupkan ekonomi warga sekitar, juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Mudah-mudahan usaha Basir ini mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat. Tutup Ambril. (Akmal)
Discussion about this post