Bengkulu – Kasus perkosaan dan pembunuhan gadis dibawah umur oleh 14 orang pemuda ini, bisa dikatakan sama daruratnya dengan peristiwa bom,” kata Mutiara.
Aktivis dari organisasi Perempuan Mahardhika, Mutiara Ikasari mengatakan, kasus Yuyun (14) pelajar putri SMP asal Desa Padang Ulak Tanding, Kecamatan Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, merupakan sebuah tamparan untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo. Yuyun merupakan korban pemerkosaan yang dilakukan oleh 14 pemuda pada pertengahan April 2016, usai pulang dari sekolah dan setelah itu dia dibunuh.
“Ini sebuah tamparan bagi pemerintahan Jokowi. Makanya kami meminta untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena tidak ada alasan lagi untuk menunda, sebab ini merupakan persoalan nyawa perempuan dan anak,” ujar Mutiara di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (04/05).
Lebih lanjut, Mutiara menilai Presiden Jokowi tidak tanggap darurat dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap generasi muda. Mutiara membandingkan reaksi cepat Jokowi ketika menangani kasus teror di Jalan M. H. Thamrin, awal tahun 2016 lalu.
“Kasus ini sama daruratnya, ketika adanya respon cepat pada peristiwa bom, seharusnya Jokowi bisa melakukan respon cepat terhadap kasus ini, statement terbuka dari Jokowi sangat kita butuhkan. Kita tahu, perspektif berpihak pada korban ini masih terus diperjuangkan,” ungkap Mutiara.
Hari ini, berbagai organisasi mengutuk keras pelaku kekerasan terhadap Yuyun. Mereka mendesak pemerintah mengusut kasus tersebut sampai tuntas.
Kasus Yuyun juga menuai simpati di media sosial. Sebagai bentuk keprihatinan dan perlawanan, netizens memakai hastag #NyalaUntukYuyun.
Yuyun ditemukan tak bernyawa pada Senin (4/4/2016) lalu atau setelah beberapa hari hilang. Ketika ditemukan warga, dia dalam kondisi nyaris bugil. Tangan dan kakinya ditali.
Selang beberapa hari kemudian, anggota Kepolisian Resor Rejang Lebong, Bengkulu, berhasil menangkap 14 tersangka dan langsung dijebloskan kepenjara.
Discussion about this post