Targetindo.com, Jakarta ~ Kini telah masuk pertengahan bulan Syaban 1443 Hijriyah, artinya malam ini adalah malam Nisfu Syaban. Ustadz Adi Hidayat menjelaskan syarat puasa Nisfu Syaban boleh dikerjakan di hari Jumat.
Biasanya puasa Nisfu Syaban dilaksanakan pada malam ke-15 di bulan Syaban.
Puasa Nisfu Syaban termasuk dalam puasa sunnah yang dianjurkan, sebagaimana Nabi Muhammad SAW memperbanyak puasa di bulan Syaban terutama di pertengahan hingga akhir Syaban.
Tata cara Puasa Nisfu Sya’ban hampir sama dengan puasa sunnah lainnya yakni diawali niat disunnahkan sahur dan diakhiri dengan berbuka pada adzan maghrib berbunyi atau terbenamnya fajar.
Pada tahun ini, Puasa Nisfu Syaban bertepatan besok, Jumat (18/3/2022) yang juga hari terakhir puasa Ayyamul Bidh.
Bagaimana hukum puasa Nisfu Sya’ban di hari Jumat? Sedangkan Jumat adalah hari yang diharamkan berpuasa.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan, kalau tidak ada sesuatu atau sebab yang mewajibkan puasa di hari Jumat maka hal itu tidak dibenarkan.
“Menyengaja puasa di Hari Jumat itu tidak dibenarkan hukumnya tidak boleh. Karena Jumat itu hari raya bagi umat Islam,” Jelas Ustadz Adi Hidayat dilansir Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube Audio Dakwah.
Ia menambahkan Jumat adalah hari raya bagi umat Islam yang datang khusus setiap pekan.
Ustadz Adi Hidayat pun menegaskan tidak boleh secara sengaja mengerjakan puasa apapun termasuk puasa sunnah Nisfu Sya’ban tanpa ada kaitan dengan puasa lainnya.
Sementara itu, puasa boleh dilakukan di hari Jumat adalah puasa yang bersifat wajib.
“Ada puasa yang diwajibkan misalnya puasa Ramadhan, nazar kalau berhasil puasa di hari Jumat itu dikerjakan, Puasa Daud, misal Rabu puasa Kamis tidak, Jumat puasa, itu boleh dikerjakan,” Tukasnya.
Kesimpulan dari penjelasan Ustadz Adi Hidayat adalah puasa Nisfu Sya’ban boleh dikerjakan namun dibarengi dengan puasa sunnah lainnya, dan tidak dikerjakan secara menyendiri di hari Jumat.
Rahasia Dan Bulan Sya’ban
Bulan Sya’ban adalah bulan ke-8 dalam sistem penanggalan Islam, berada di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan.
Sama halnya bulan-bulan lainnya, di bulan Sya’ban umat muslim juga dianjurkan memperbanyak amalan dan ibadah kepada Allah SWT.
Sebagaimana yang dilakukan dan dianjurkan Nabi Muhammad SAW, dengan membiasakan diri meningkatkan ibadah di bulan Sya’ban.
Ustadz Adi Hidayat menceritakan sebuah hikayat tentang awal mula bulan Sya’ban.
Sejak zaman Jahiliyah masyarakat Arab tempo dulu berusaha untuk membentuk kelompok-kelompok kecil yang menyebar ke se;uruh tempat di wilayah padang pasir untuk mencari sumber air.
Kemudian menyiapkan tempat-tempat tertentu, penampungan-penampungan air sebagai persiapan menuju bulan kesembilan yang terik dan panas membakar sehingga berpotensi menjadikan sumur-sumur air menjadi kering dan aktivitas juga menjadi terbatas.
Ustadz Adi Hidayat menuturkan, bulan kesembilan itulah saat panas terik memancar disebut dengan Ramadhan, masyarakat menyebut dengan Ramadhan dari kata Ramadhan yang berarti terik panas membakar.
“Jika kita ingin jadikan bentuknya superlative, lebih meningkat lagi, lebih membakar lagi maka tambahkan Alif dan Nun di ujungnya, maka masyarakat menyebutnya dengan Ramadhan, bulan, masa, waktu yang sangat terik membakar yang sangat panas membakar,” Terang Ustadz Adi Hidayat dilansir Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube Adi Hidayat Official.
“Maka di bulan Sya’ban bulan yang kedelapan, masyarakat itu bertugas berpencar mencari sumber-sumber air untuk ditampung dan dikumpulkan sebagai persiapan di bulan yang kesembilan yaitu bulan Ramadhan,” Urainya.
Di masa Islam, nama-nama bulan ini dipertahankan dalam perjalanan di tahun Hijriah dari mulai Al muharram atau Muharram sampai dengan bulan Dzulhijah, dari bulan pertama sampai dengan bulan yang kedua belas.
Menariknya pada bulan Sya’ban sampai dengan bulan Ramadhan ada pergantian kembali ada pelebaran dari makna yang dulu maknanya lebih kepada menunjukkan suasana, iklim, cuaca, yang panas membakar, yang terik luar biasa.
Ustadz Adi Hidayat menjabarkan, secara metafora makna itu dibawa dalam nilai-nilai syariat, nilai pendidikan spiritual, orang-orang yang saat Ramadhan mau meningkatkan amalnya, membangun ketaatan, meninggalkan maksiat, bertaubat kepada Allah.
“Maka Ramadhan akan memberikan panas terik membakar dosa-dosanya, menggugurkan kesalahan-kesalahannya, mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan Taqarrub yang sangat indah sehingga berpeluang diterima amal, diberikan kemuliaan, dan mungkin juga bisa berpotensi wafat dalam keadaan khusnul khatimah dan kembali menjadi hamba yang sholeh,” Paparnya.
Untuk itu perlu persiapan, tidak semua orang yang sampai ke bulan Ramadhan boleh jadi mendapatkan peningkatan taqwa, dapat manfaat dari taubatnya, bisa terdorong untuk meningkatkan ketaatan, belum tentu kalau dia tidak sungguh-sungguh, kalau dia tidak serius
Karena itu ayat puasa ketika dihadirkan di ayat 183 di surat Al-Baqarah itu, di penghujung Allah akhiri dengan kalimat la’allakum tattaqụn agar umat muslim mampu meningkatkan taqwa.
Surat Al Baqarah ayat 183
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ – ١٨٣
Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum la’allakum tattaqụn.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Namun apakah semua yang puasa bisa meningkat taqwa? Ustadz Adi Hidayat menjawab belum tentu, karena la’allakum dikenal dengan huruf yang menunjukkan terpenuhinya satu harapan dengan syarat kesungguhan, keseriusan untuk mewujudkannya.
Di antara keseriusan itu maka citranya secara metafora diambil dari bulan sebelumnya bulan Sya’ban, bulan kedelapan saat banyak orang di masa pra Islam mengumpulkan air untuk persiapan bulan kesembilan maka air berikutnya yang kita siapkan menuju Ramadhan adalah air-air spiritual.
Air-air yang bukan hanya melapangkan dahaga, menghilangkan haus, tapi air yang bisa menumbuhkan nilai-nilai ketaatan, yang bisa menggemburkan kembali, menyuburkan kembali hati-hati yang kering. Karena itulah banyak ayat dalam Al Qur’an yang menyebut tentang air, kata Alma yang mewakili air saja setidaknya disebutkan 63 kali dalam Al Qur’an,” Tutur Ustadz Adi Hidayat.
Ustadz Adi Hidayat mengatakan, jika tidak dimulai dari bulan Sya’ban, tidak mudah untuk menjalani Ramadhan, karena itu ia mengimbau memanfaatkan bulan Sya’ban untuk mengumpulkan banyak air spiritual, berlatih ibadah, meningkatkan ketaatan sehingga nanti mampu terbiasa saat masuk bulan Ramadhan.
Sehingga itulah rahasia dan makna di balik bulan Sya’ban yakni mampu menumbuhkan nilai-nilai ketaatan paada diri umat muslim.
“Jadi rasulullah mengajarkan kepada kita untuk beradaptasi puasa terlebih dahulu, tingkatkan amal shaleh, cari air spiritual sejak bulan Sya’ban,” Kata nya
Sehingga ketika terkumpul semua bekal-bekal spiritual itu, maka siap kita manfaatkan di bulan Ramadhan, siap digunakan untuk bulan Ramadhan.
Nabi Muhammad SAW bahkan pernah disebutkan menunaikan puasa di Sya’ban seutuhnya atau sepenuhnya.
Ada juga yang menafsirkan Nabi SAW kadang-kadang berpuasa, ini menunjukkan kesan memperbanyak latihan, memperbanyak mendekat kepada Allah SWT.
“Semoga dengan itu dapat menghantarkan kesiapan pada bulan Ramadhan untuk membangun ketaatan, mendekatkan kepada Allah SWT dan membakar semua dosa dan kesalahan yang pernah diperbuat,” Tutur Ustadz Adi Hidayat.
Discussion about this post