Oleh : Erza Surya Werita, S.Pd (Guru IPA MTsN 2 Solok)
Peristiwa Sumpah Pemuda yang merupakan peristiwa bersejarah nasional, mulai diperkenalkan di jenjang pendidikan dasar. Harapannya, nilai Sumpah Pemuda dapat diteruskan untuk dipegang teguh oleh generasi penerus. Akan tetapi kenyataan yang dijumpai sekarang, Sumpah Pemuda ternyata tak lebih dari acara seremonial bangsa semata. Sumpah pemuda yang lahir sebagai jati diri pemuda pemudi bangsa kini mulai dilupakan, maknanya tak lagi dipahami atau diterapkan. Pemuda pemudi kini hanya mengenalnya sebatas sejarah belaka.
Lahirnya Sumpah Pemuda merupakan merupakan hasil rumusan kongres pemuda Indonesia yang ke-2 di Batavia atau yang sekarang dikenal dengan Jakarta, pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda pertama sekali dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928. Semangat kuat untuk negara yang bebas dan merdeka dari jajahan bangsa asing menjadi salah satu latar belakang lahirnya Sumpah Pemuda yang kini tiap tahun kita peringati. Agar rakyat yang terjajah bisa membebaskan diri dari penjajahan, maka dibutuhkan kesatuan. Perjuangan pemuda-pemudi zaman penjajahan tersebut telah melahirkan zaman merdeka yang bisa kita nikmati saat ini.
Sejarah Panjang kemerdekaan dan kaitannya dengan Sumpah Pemuda, seharusnya selalu diingat, dipedomani, dihayati, dan diterapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari demi bangsa agar tetap bersatu kukuh dan terlindung dari ragam penjajahan dalam bentuk apapun. Bangsa yang kuat tak akan mudah diadu domba dan dicerai beraikan.
Di zaman sekarang, semangat Sumpah Pemuda perlahan-lahan mulai terkikis dan dilupakan. Rakyat hidup terlena akan kebebasan yang tak mereka sadari sebenarnya ada penjajahan mode senyap yang terjadi. Masuknya pengaruh budaya asing ke dalam negeri merupakan salah satu contoh penjajahan senyap yang dapat membuyarkan persatuan. Pengaruh budaya asing ini saling berbenturan dengan budaya dalam negeri yang santun dan beretika. Akibatnya golongan “tua” yang memegang teguh nilai-nilai budaya timur merasa gerah, sehingga terjadilah perpecahan antara si tua dan si muda.
Pengaruh asing lainnya yang dapat kita lihat di zaman sekarang adalah dengan menjamurnya berbagai produk luar negeri yang masuk secara bebas. Produk-produk ini memiliki harga yang jauh lebih murah dari pada harga produk lokal. Selain itu, produk-produk luar negeri ini kualitasnya pun jauh lebih unggul. Akibatnya, masyarakat lebih menggandrungi produk luar negeri dan menyepelekan produk dalam negeri karya anak bangsa sendiri.
Selain itu, sikap sosial mulai tergerus seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, sikap masa bodoh dengan orang-orang sekitar dan tergantikan teknologi, padahal teknologi seperti halnya alat komunikasi idealnya adalah alat yang bisa menjadi lebih mendekatkan masyarakat satu sama lainnya, akan tetapi malah menjadi penyebab berkurangnya nilai-nilai sosial di tengah masyarakat bangsa kita. Padahal nilai sosial masyarakat akan berimbas pada persatuan dan kesatuan bangsa.
Munculnya golongan-golongan tertentu yang merasa lebih dari golongan lainnya akan menjadi penindas pada golongan masyarakat lemah dan marginal. Hal ini tentu saja membuat persatuan dan kesatuan bangsa manjadi terancam dan retak. Tidak heran rasanya jika banyak bermunculan organisasi-organisasi radikal akibat rasa tidak puas terhadap golongan masyarakat lainnya atau golongan penguasa yang tidak sejalan dengan keinginan mereka yang merasa selalu ditindas.
Lepasnya salah satu wilayah Indonesia paling timur adalah salah satu hasil ketidakpuasan masyarakat akan layanan pemerintah. Mereka merasa bahwa pemerintah lebih memihak pada wilayah-wilayah Indonesia bagian lainnya ketimbang mereka. Kehidupan perekonomian yang berada di kata tak baik-baik saja tentunya menjadikan mereka sangat kecewa, padahal pemerintah telah berjanji akan memberikan layanan yang sama dengan wilayah lainnya. Kekecewaan inilah yang melahirkan pemberontakan untuk membebaskan diri membentuk pemerintahan sendiri dengan mengelola hasil bumi mereka, guna mencapai kehidupan bebas dan mandiri.
Bahasa Indonesia yang dulunya digaungkan sebagai bahasa pemersatu bangsa, nyatanya kini telah mengalami pergeseran. Bahasa daerah tetaplah jadi kebiasaan dan ditambah menjamurnya bahasa-bahasa baru dengan nama bahasa gaul di kalangan pemuda-pemuda kota hingga ikut juga merambat ke pedesaan. Pergeseran bahasa Indonesia yang terjadi kian mengawatirkan. Hal ini dapat ditemukan pada percakapan sehari-hari di sekolah antara guru dan siswa. Siswa mulai tak bisa memahami bahasa yang disampaikan guru, di mana guru telah berusaha mengikuti kaedah pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam lingkup pelaksanaan Proses Belajar Mengajar.
Siswa lebih mudah mengerti atau memahami apa yang disampaikan guru apabila guru menyampaikan dalam bentuk kalimat bahasa gaul yang mereka gunakan. Guru yang “Kudet” (Kurang Update), tentunya juga kurang memahami apa yang menjadi bahasa siswanya. Akibat yang ditimbulkan, target PBM yang ingin dicapai tidaklah maksimal. Untuk itu, guru harus selalu bisa untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan siswa mereka agar ilmu pengetahuan yang mereka sampaikan dapat diterima dan dipahami dengan mudah, meski penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar jadi dikesampingkan secara terpaksa.
Selain dari percakapan sehari-hari, siswa juga kesulitan dalam memahami kalimat-kalimat yang tertulis dalam buku teks pelajaran. Istilah-istilah penting yang seharusnya mereka kuasai justru tak begitu mereka kenali. Perintah yang tertulis di soal saja mereka tak bisa memahami, tentu saja hal ini mengakibatkan jawaban yang diharapkan oleh guru tak terjadi. Bila hasil pembelajaran dalam bentuk nilai yang sesungguhnya tertera di rapor, maka akan terlihat hasil yang begitu mengecewakan, namun karena mengingat proses perjuangan mereka belajar dan bersikap, maka nilai tersebut pun tercantum baik.
Minimnya penguasaan bahasa Indonesia ini harus secepatnya diatasi sedari dini. Anak-anak mulai diajari bagaimana cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar, sebab bahasa yang baik dan benar akan mudah dipahami maksudnya oleh siapa saja, dengan demikian tentulah bahasa Indonesia benar-benar menjadi bahasa pemersatu. Selain persoalan penanaman pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar, pentingnya penanaman sikap berbangsa dan bernegara Indonesia atau sikap cinta tanah air juga perlu diberikan secara dini.
Anak-anak di lingkup keluarga mulai dikenalkan dengan bangsanya, dikenalkan akan nilai sosial tanpa membeda-bedakan siapa pun dan kepentingan apapun. Semua sama, semua satu sebagai bangsa Indonesia. Anak-anak ditanamkan akan sikap-sikap yang menunjukkan cinta tanah air dan bangsa serta sikap bangga berbahasa Indonesia yang satu. Dengan adanya penanaman nilai-nilai luhur ini sejak dini, diharapkan bahwa semangat Sumpah Pemuda benar-benar lestari sepanjang masa dan tak lagi dilupakan dengan begitu saja.
Discussion about this post