TI – Disetiap pesta demokrasi, Pers memiliki peran penting dalam menyebarluaskan informasi (sosialisasi) mengenai proses dan ketentuan Pemilu, kinerja peserta pemilu serta hak dan kewajiban pemilih.
Melalui perannya tersebut, Pers jelas ikut aktif melakukan pendidikan politik, yaitu membantu masyarakat menentukan pilihan politik mereka. Selain itu, Pers juga berperan penting dalam melakukan kontrol atas pelaksanaan pemilu.
Pemilu tidak akan membawa perbaikan jika publik tidak mendapatkan informasi yang benar dan berimbang, menyangkut sistem pemilihan serta kualitas calon. Baik pada Pileg, Pilpres maupun Pilkada.
Informasi melalui Pers terhadap pelaksanaan Pemilu dan kualitas calon, merupakan sarana bagi publik untuk melakukan ”fit and proper test” guna menjatuhkan pilihan terhadap calon pemimpinnya, terutama pada pesta Pilkada yang berlangsung sekarang ini.
Tentunya dengan adanya peran penting Pers tersebut di atas. Diharapkan KPU dapat memahami hal sedemikian tanpa musti mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2020, khususnya Pasal 47 AAyat (2) dan (4). Dimana dalam bunyi pasal tersebut, KPU RI terkesan diskriminatif terhadap ribuan perusahaan pers yang berbadan hukum Indonesia, baik yang berada didalam Konstituen Dewan Pers Indonesia ( DPI ) atau Non Dewan Pers maupun Non DPI.
Mengingat sikap KPU RI melalui peraturannya itu, kini menimbulkan keresahan di sebagian besar Insan Pers di seluruh Indonesia. Sebab dengan adanya peraturan tentang penayangan iklan kampanye di media daring yang terverifikasi Dewan Pers, merupakan bentuk diskriminasi KPU RI pada media lain yang belum terverifikasi Dewan Pers.
Perlu diketahui bahwa saat ini terdapat ribuan media daring yang belum terverifikasi Dewan Pers, namun sebagian besar sudah tersertifikasi di Dewan Pers Indonesia melalui Organisasi-Organisasi Pers Konstituen Dewan Pers Indonesia, termasuk melalui DPP Serikat Pers Republik Indonesia.
Ribuan media daring itu saat ini tengah menjalin kontrak kerja sama dengan pemerintah daerah, termasuk sosialisasi pelaksanaan tahapan kampanye Pemilihan Kepala Daerah.
Menyikapi Peraturan KPU yang berpotensi merugikan perusahaan pers non verifikasi Dewan Pers tersebut, Hence Mandagi melalui siaran persnya yang dikirim ke redaksi, Minggu (04/10/20) menegaskan “DPP SPRI telah melayangkan surat ke KPU Pusat untuk mengingatkan bahwa peraturan KPU tersebut berpotensi digugat oleh perusahaan pers yang merasa dirugikan, karena ditutup aksesnya untuk mendapatkan belanja iklan pasangan Calon Kepala Daerah ( Pilkada ) yang saat ini sedang berlangsung”.
Disamping itu, DPP SPRI telah mengingatkan KPU Pusat terkait ancaman serius mengenai potensi gugatan masal ganti rugi kepada KPU Pusat oleh Perusahaan Pers, yang bila sampai pilkada usai tidak kebagian belanja iklan Pilkada.
Sebagai Ketua Umum DPI dan sekaligus Ketum SPRI, Hence Mandagi menyarankan agar setiap Perusahaan Pers yang bersertifikat DPI atau Perusahaan Pers yang berbadan hukum PT atau Yayasan, segera membuat surat penawaran ke masing-masing pasangan calon kepala daerah terkait jasa pemasangan iklan kampanye dan juga kepada KPU untuk iklan sosialisasi tahapan pilkada.
“Surat tanda terima dibuat agar dapat digunakan sebagai bukti untuk dilampirkan nanti pada gugatan terhadap peraturan KPU yang merugikan secara finansial. Perhitungan kerugian sesuai harga iklan di masing-masing media”, pesan Mandagi dalam siaran persnya itu.
Meski demikian, kita tahu bahwa KPU Pusat maupun KPU Daerah yang merupakan mitra terdekat Insan Pers (media pers), diharapkan dapat merevisi atau menghapus khususnya Pasal 47 AAyat (2) dan (4) dan atau segera membuat Surat Edaran yang ditujukan kepada seluruh KPU Daerah. Disamping semakin terjalin baiknya kemitraan antara KPU dengan Media Pers, tentunya informasi yang didapati masyarakat terkait pemberitaan kemeriahan pesta demokrasi ( Pilkada ) di tahun ini, akan semakin meriah.
Selain itu, yang namanya Pilkada tentulah merupakan konsumsi publik. Dan sudah seharusnya Media Pers sebagai alat publik menjadi salah satu bagian terpenting tanpa musti memunculkan kesan diskriminatif KPU. Sebab, bila negara ini semakin ditutup tutupi dan media Pers di diskriminasi, maka bersiaplah rakyatnya akan meratapi. ( Mal/red ).
Berikut bunyi lengkap isi surat peringatan DPP SPRI, Nomor: 178.SU/DPP-SPRI/IX/2020, tertanggal 28 September 2020.
Dengan hormat,
Menindak-lanjuti pengaduan dari sejumlah pemilik perusahaan pers terkait potensi kerugian perusahaan menyusul terbitnya Peraturan KPU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota, bersama ini kami sampaikan beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian serius oleh pihak Komisi Pemilihan Umum.
Peraturan KPU RI Nomor 11 Tahun 2020, khususnya Pasal 47 A Ayat (2) dan (4), telah menimbulkan keresahan di kalangan insan pers di seluruh Indonesia. Pasalnya, peraturan tentang penayangan iklan kampanye di media daring yang terverifikasi Dewan Pers, adalah bentuk diskriminasi KPU RI terhadap media lainnya yang berbadan Hukum Indonesia yang belum terverifikasi Dewan Pers.
Perlu diketahui bahwa saat ini terdapat puluhan ribu media daring yang belum terverifikasi Dewan Pers, namun sebagian sudah tersertifikasi di Dewan Pers Indonesia melalui Organisasi-Organisasi Pers Konstituen Dewan Pers Indonesia, termasuk melalui DPP Serikat Pers Republik Indonesia (contoh sertifikat terlampir). Ribuan media daring itu saat ini tengah menjalin kontrak kerja sama dengan pemerintah daerah termasuk sosialisasi pelaksanaan tahapan kampanye Pemilihan Kepala Daerah.
Peraturan KPU RI tersebut menjadi persoalan dalam pelaksanan Pilkada kali ini karena media-media tersebut tidak bisa menjalin kerja sama pemasangan iklan kampanye dari pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah karena terganjal Peraturan KPU.
Kami menyadari Dewan Pers sudah berkali-kali membuat propaganda negatif tentang media-media daring yang belum terverifikasi Dewan Pers . Lembaga ini mem-propagandakan kebohongan dengan mengatakan ‘jika Pemerintah Daerah mengadakan kontrak kerja sama dengan media-media dimaksudkan akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan’ Namun kebohongan itu sudah dibantah oleh pihak BPK RI kepada DPP SPRI melalui surat resmi yang ditujukan kepada Ketua Umum DPP SPRI (terlampir).
Bentuk intervensi yang sama kami yakini juga dilakukan oleh pihak Dewan Pers menjelang pelaksanaan Pilkada di seluruh Indonesia dengan cara memengaruhi pihak KPU RI sehingga keluarlah ketentuan media terverifikasi Dewan Pers lewat Peraturan KPU RI Nomor 11 Tahun 2020.
Perlu diketahui bahwa dampak diberlakukannya Pasal 47A Peraturan KPU RI Nomor 11 Tahun 2020 justru bakal mengancam KPU RI, karena berpotensi digugat masal dengan tuntutan ganti rugi oleh ribuan pemilik perusahaan pers non-verifikasi Dewan Pers yang merasa dirugikan karena tidak mendapatkan belanja iklan kampanye dari para pasangan calon karena terganjal Peraturan diskriminatif KPU.
Untuk menghindari hal itu, maka bersama ini kami memohon kepada Bapak kiranya dapat merevisi peraturan KPU RI Nomor 11 Tahun 2020 Pasal 47A dengan menghapus ketentuan media terverifikasi Dewan Pers dan diganti menjadi Media Berbadan Hukum Indonesia, agar sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 1 ayat (2) bahwa Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia.
Jika proses revisi perubahan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2020 tidak memungkinkan dilaksanakan dalam waktu dekat maka kami berharap pihak KPU RI dapat segera membuat Surat Edaran yang ditujukan kepada seluruh KPU Daerah dan tembusan kepada seluruh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah agar ada solusi yang tepat bagi media non verifikasi Dewan Pers atau media berbadan hukum Indonesia yang tersertifikasi di Dewan Pers Indonesia melalui Serikat Pers Republik Indonesia juga bisa memperoleh iklan kampanye pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Demikian permohonan dan saran ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kesedianya diucapkan terima kasih.
Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia
Ketua Umum. Sekretaris Jenderal.
Heintje G. Mandagie. Edi Anwar Asfar.
Discussion about this post