Padang, targetindo.com – Semenjak masyarakat Minang mengetahui bahwa semua saham PT. Semen Padang (PTSP) sudah full dikantongi PT. Semen Indonesia (PTSI), melalui pernyataan Humas kementrian BUMN di Jakarta. Sebelumnya memang terlihat sedikit memanas. Sebab, ludesnya saham PTSP dinegeri sendiri, diprediksi masyarakat merupakan permainan curang tingkat tinggi, yang juga ikut dilakoni oleh segelintir penghianat dalam Nagari Lubuk Kilangan.
Namun sekarang ini, suasananya sudah terlihat tenang. Pasalnya, perlahan-lahan sebagian masyarakat Minang, utamanya Lubuk Kilangan mulai mengerti dan mulai legowo terkait peralihan saham tersebut, meskipun tak memahami betul kronologisnya.
Dari hasil investigasi dan konfirmasi Media ini dari tempat ke tempat (warga ke warga). Dapat disimpulkan, sebagian masyarakat Minang Kota Padang berpendapat bahwa menyoal Investasi PTSI yang masuk ke Sumbar (PTSP) sudah semestinya didukung. Namun PTSI harus jeli dan adil dalam menyikapi tuntutan masyarakat sekitar yang terkena dampak (buruk) langsung dari PTSP. Karena pihak PTSP selama ini di-anggap warga telah berulangkali mengabaikan tuntutan masyarakat ataupun dampak buruk yang ditimbulkannya. Baik terhadap lingkungan maupun terzolimnya sebagian warga sekitar.
Menurut Indra Leo, Ketua LSM PAKTA Prov. Sumbar, melalui anggotanya mengatakan. Sudah saatnya PTSI sebagai pemilik saham full, menunjukan kepeduliannya terhadap masyarakat Lubuk Kilangan (Ring 1 PTSP), untuk turun langsung menampung aspirasi masyarakat bawah (wong cilik). Jangan lagi hanya menerima laporan ABS (asal bapak senang) dari Petinggi PTSP saja. Karena selama ini berbagai laporannya (PTSP) ke Semen Indonesia dicurigai terdapat banyak unsur rekayasa.
Jika mengurut ke masa lalu, seharusnya petinggi PTSP sebagai putra daerah. Dahulu itu, mestinya Spin Off dilaksanakan bukan dikhianati. Padahal sesuai Keputusan Mentri BUMN RI, telah mengabulkan tuntutan masyarakat yang selanjutnya diperintahkan untuk dibentuk Panitia Spin Off. Artinya, PTSP secara mutlak sepenuhnya berada dalam pangkuan masyarakat Sumbar.
Sangat disayangkan, jika salah seorang Pejabat PTSP “Asli Putra Lubuk Kilangan” terlibat bersengkongkol mengkhianati negerinya sendiri kala itu. Sehingga dirinya membiarkan saham PTSP ludes tiada tersisa, jelasnya.
Sedangkan dahulunya, dia (Putra Luki) selaku tergugat 4 (mewakili PTSP) mengetahui semua perjuangan, perjalanan spin off serta perkara yang bergulir di pengadilan. Sebenarnya, waktu itu dia mamiliki peluang yang sangat besar dalam mendudukan saham PTSP sekian persen untuk Nagari Luki. Namun sangat disayangkan, karena dia terbuai akan kemewahan duniawi, membuat dirinya menjadi lupa sehingga berhianat pada negeri sendiri, yakni melepaskan atau membiarkan saham PTSP nol koma nol persen. Imbuhnya.
Selain itu, dia juga dicurigai ikut serta membenamkan perjuangan Spin Off masyarakat Minang. Semestinya, dia selaku putra asli Lubuk Kilangan mempertahankan harga diri masyarakat Minang, bukan sebaliknya, imbuhnya lagi.
Mungkin saja kala itu, demi untuk memperkaya diri dan memperkuat jabatan, dia “Bersekongkol” menggadaikan tanah leluhur Lubuk Kilangan, serta menipu para ninik mamak dan masyarakat pada umumnya. Ibarat kata pepatah minang “Jalan lah di alih urang lalu, cupak dituka Rang Panggaleh”. Artinya, jalan sudah dipindahkan oleh orang lewat dan adat sudah diganti orang luar. Tutur Bartius Gaus, Ninik Mamak Luki meng-ibaratkannya sembari mewakili ucapan Anggota LSM Pakta.
Menurut Imam Sodikin, Ketua LP Tipikor RI. Mempelajari Putusan Sela No 21 tahun 2003, dapat disimpulkan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh “Yayasan Minang Maimbau” selaku Penggugat dalam mengembalikan aset negara di Sumatera Barat yang notabene telah beralih haknya secara tidak sah menurut hukum, sudah sangat tepat waktu itu.
Satu point dalam putusan tersebut menjelaskan “Tergugat 4 sudah berdiri di atas tanah ulayat masyarakat Sumbar sejak tahun 1910, dan pembangunan pabrik Semen Padang di Kanagarian Lubuk Kilangan, Kel. Indarung tersebut dapat direalisasikan berdasarkan persetujuan dan partisipasi mayarakat Kanagarian Luki menyerahkan pemanfaatan sebagian tanah ulayat, atau tanah milik mereka dengan ikhlas sebagai tempat berdirinya dan pengadaan bahan baku pembuatan Industri Semen produksi PTSP”. Pungkas Den-Intel Laksusda Sumbar-Riau era Orde Baru ini.
“Sepandai-pandai menyimpan bangkai, suatu saat bakal tercium juga, kebenaran pasti terungkap dan para penghianat itu pasti bakal terima hukumanya. Baik dunia maupun di akherat nanti. Sudahlah.., yang lalu biarlah berlalu dan sudah saatnya menatap kedepan”. Sebut Bartius Gaus menyalip komentarnya Imam Sodikin.
Perlu kita sadari, jika manajemen PTSI mantap dan bagus dalam memenej PTSP. Saya yakin, tentunya berbagai penyimpangan yang terjadi di PTSP bisa teratasi. Dan kami berpendapat, sudah sewajarnya PTSI menguji dan meng-evaluasi kinerja Dirut dan para Petinggi lain di PTSP. Meskipun mereka itu putra daerah, kami tidak begitu tertarik, karena perhatian dan konstribusinya terhadap masyarakat sekitar bisa dikatakan bernilai “Rapor Merah”.
PTSI sebagai Pemegang Saham sepenuhnya di PTSP, saatnya membuat kebijakan berani dan tegas. Meskipun penempatan direksi (Para Petinggi) di PTSP didudukan dari Putra manasaja, asalkan betul-betul komitmen dan jujur dalam mengelola PTSP, tidaklah jadi soal. Karena Sumbar adalah bagian dari NKRI. Walaupun berbeda-beda tapi tetap satu. Itulah Bhineka Tunggal Ika, papar Bartius.
Untuk apa Petinggi PTSP ditunjuk dari putra daerah, sementara kejujuran tak dimiliki. Sedangkan berbagai polemic di masyarakat serta kongkalingkong di internal dan ekternal perusahaan terus saja terjadi. Apapun keputusan yang di ambil oleh PTSI, saatnya tegas dan jangan mudah di intervensi ataupun terpengaruh dengan riak-riak atau gertak sambal yang pernah muncul ataupun yang akan dimunculkan.
Seperti yang kita tahu, bahwa sebelumnya gertakan sambal itu pernah terjadi, ketika ke-inginannya tak dipenuhi PTSI. Namun politik semacam itu, sudah basi dan masyarakat sudah tahu. Ujarnya lagi.
“Mereka itu bisanya hanya mementingkan diri sendiri atau kelompoknya saja, dan pintar menangguk di air keruh yang seakan-akan dirinya adalah seorang pahlawan. Padahal bila kepentingannya sudah didapat, masyarakat tak lagi dipikirkannya. Masyarakat Luki dan Pauh sudah berpengalaman dengan gaya politik yang dimainkan mereka itu”, tutur Ketua LSM Tigo Jurai Luki ini.
Seperti yang pernah dilakukan mereka (Pencari Kepentingan Jabatan di PTSP) pada tahun-tahun lalu, saat memasuki RUPS ….. Bersambung (TIM)
Discussion about this post