TI – Presiden Filipina Rodrigo Duterte begitu emosi menanggapi sikap dingin Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi atas aksi diamnya terhadap kekerasan yang dialami minoritas Muslim Rohingya.
Dia mempertanyakan sikap diam Suu Kyi sebagai sosok pejuang HAM sekaligus penerima Nobel Perdamaian.
Kekerasan di negara bagian Rakhine atau Arakan, Myanmar, telah membuat hampir 300.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dalam dua minggu terakhir.
”Lihatlah Burma (Myanmar). Suu Kyi adalah pemenang hadiah Nobel,” sindir Duterte. ”Tapi orang-orang Rohingya, mereka disiksa dan mereka tanpa kewarganegaraan,” lanjut presiden Filipina itu, seperti dilansir Inquirer, Minggu (10/9/2017).
Selain itu, Duterte juga menyinggung dan mengecam tindakan brutal yang pernah dilakukan sekelompok biksu yang beraliran radikal.
Seperti diketahui, Biksu Buddha yang dipimpin oleh Ashin Wirathu mencetuskan gerakan ‘969’. Gerakan ini berlandaskan anti-Islam yang kemudian membantai muslim Rohingya dan mengusir mereka dari tanah kelahirannya.
Catatan hitam Wirathu mencuat sejak tahun 2001. Waktu itu ia menghasut kaum Budha untuk membenci muslim. Hasilnya, kerusuhan anti-Muslim pecah pada tahun 2003. Wirathu sempat mendekam di penjara. Namun ia dibebaskan tepatnya pada tahun 2010 atas amnesti yang juga diberikan untuk ratusan tahanan politik.
“Saya ingin sekali menerjunkan pasukan pemberani ke sana (markas Wirathu di Biara Masoeyein Mandalay). Melihat kesadisan mereka, saya curiga mereka merupakan sekelompok pemadat (pengguna narkoba) yang bertopengkan agama. Seandainya UN (PBB) mengizinkan, saya akan serbu mereka, sama seperti saya memberantas narkoba di sini (Filipina),” kata Duterte.
Krisis Rohingya memang dimanfaatkan Duterte untuk mempertanyakan para pejuang HAM yang selama ini gencar mengkritiknya atas perang narkoba yang dijalankan polisi Filipina.
“Mereka yang pejuang HAM, diam,” ujar Duterte. (**)
Discussion about this post