TI – Kurang dari sepekan, warga Negeri Paman Sam akan berpartisipasi dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Berbagai polling awal menunjukkan kekuatan kedua kandidat utama, Donald Trump dan Hillary Clinton. Namun hasil akhirnya diperkirakan akan sulit diprediksi.
Hal tersebut disampaikan Duta Besar Australia untuk AS Joe Hickey saat menjadi pembicara sebuah acara di Sydney University.
Hockey menyebut, seminggu lalu ia memperkirakan bahwa kandidat dari Partai Demokrat Hillary Clinton akan memenangi pilpres AS dan menjadi presiden perempuan pertama di negara adi daya tersebut. Tetapi, kini ia tidak yakin lagi. Salah satu penyebabnya, kata Hockey, adalah kontroversi yang menyeruak setelah Biro Investigasi Federal (FBI) AS membuka kembali penyelidikan atas skandal penggunaan server e-mail pribadi Hillary saat menjabat sebagai menteri luar negeri.
“Sulit diperkirakan. Saya yakin pekan lalu, tapi sekarang tidak lagi,” ujar Hockey, seperti dilansir SBS Australia, Rabu (2/11/2016). Hillary sempat mengungguli rivalnya dari Partai Republik, Donald Trump, dalam polling menjelang pilpres.
Memang popularitas ibu satu anak itu menurun pasca-FBI membuka kembali penyelidikan atas kasus skandal e-mail-nya hanya beberapa hari menjelang pemungutan suara 8 November. Hockey menilai, siapa pun yang nantinya menduduki kursi AS-1 akan harus berhadapan dengan “gelombang anti-kemapanan” yang dicetuskan pendukung Trump dan rival Hillary dalam nominasi capres dari Partai Demokrat, Bernie Sanders.
Pria yang menjadi representasi Australia di AS sejak Januari itu menyitir data polling yang menunjukkan bahwa 70 persen warga Amerika berpikir negaranya sedang menuju arah yang salah.
“Orang-orang Amerika ini mencoba mengirimkan pesan yang sama seperti yang dilakukan warga Inggris saat memilih untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit). Warga Amerika menginginkan perubahan,” jelasnya
Discussion about this post