Jakarta, TARGETINDO.Com – Sidang lanjutan kasus gugatan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia atau APKOMINDO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/04/2021) kembali bergulir. Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Tuty Haryati, SH, MH terlihat makin memperjelas dugaan penggunaan dokumen palsu pada perkara nomor 633/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel maupun perkara nomor 218/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst.
Agenda persidangan kali ini menghadirkan saksi dari pihak Penggugat Andy Ho. Saat memberikan keterangan, saksi Andy mengatakan, pemilihan Ketua Umum Apkomindo (versi Munaslub 2015) adalah politik kotor. Karena menurutnya, pihak tergugat ingin menjadikan Asosiasi ini sebagai PT atau Kerajaan.
“Saya dan Pak Hoki tidak mau dijadikan boneka, makanya untuk menjadi Ketua Umum selalu saja dihalangi. Pak Hoki dan saya, sifatnya (pemikiran) sama. Untuk pemilihan Ketua Umum harus secara demokratis bukan asal dibentuk, ditunjuk atau asal dikawinkan sesuai keinginan mereka. Jadi ada perbedaan mindset di sini dan tidak ada titik temu dan Munaslub Apkomindo 2015 (yang dilaksanakan) mereka itu tidak sah,” urai Andy di persidangan tersebut.
Diketahui, Soegiharto Santoso alias Hoki telah terpilih secara sah pada saat Munas Apkomindo 2015 yang diselenggarakan pada tanggal 13 – 15 Februari 2015 di Jakarta. Namun beberapa tokoh pendiri Apkomindo mendadak mengadakan Munaslub pada tanggal 02 Februari 2015. Sedangkan kepengurusan yang diakui dan disahkan oleh KemenkumHAM adalah kepengurusan yang dipimpin Hoki dan jajarannya, sementara gugatan terhadap pengurus Apkomindo yang dipimpin Hoki terus dilakukan oleh kubu Munaslub dengan menggunakan dokumen yang diduga palsu, papar Andi.
“Gugatan terhadap pengurus Apkomindo yang dipimpin Hoki terus dilakukan oleh kubu Munaslub dengan menggunakan dokumen yang diduga palsu”, beber Andy.
Usai persidangan, Hoki ketika dikonfirmasi oleh beberapa awak media menyatakan keprihatinannya atas penggunaan dokumen yang diduga dipalsukan itu. Anehnya justru bisa menang di persidangan PN Jaksel beberapa waktu lalu. Akan tetapi pada sidang PN JakPus ini, secara terang benderang mulai terungkap fakta sesungguhnya.
Menurut Hoki, sebelumnya PN JakSel sepertinya kurang teliti atau mungkin khilaf dalam memutuskan gugatan kepengurusan Apkomindo hasil Munas Apkomindo tahun 2015 pada perkara nomor : 633/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel dengan Hakim Ketua H. Ratmono, SH, MH.
Dalam putusannya penggugat Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail dinyatakan sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jendral DPP APKOMINDO Masa Bakti 2015 – 2020 berdasarkan Keputusan Munaslub APKOMINDO di Jakarta pada tanggal 02 Februari 2015. Sementara Munaslub versi APKOMINDO 2015 tidak sesuai dengan AD/ART APKOMINDO dan tidak dihadiri satupun anggota atau pengurus DPD APKOMINDO, sebut Hoki.
“Munaslub versi APKOMINDO 2015 itu tidak dihadiri oleh DPD APKOMINDO DKI Jakarta yang dijabat Nana Osay selaku Ketua dan Faaz Ismail sebagai Sekretaris.” papar Hoky.
Jadi fakta sebenarnya, imbuh Hoky, Faaz Ismail tidak hadir dan tidak mencalonkan diri pada saat itu. Nah, bagaimana mungkin bisa terpilih? Tentunya ini menjadi bukti dugaan pemalsuan di persidangan PN JakSel.
Ditambahkan Hoki, dari bukti pemberitaan dan dari email pemberitahuan serta fakta foto yang beredar di tahun 2015, Rudi Rusdiah adalah Ketua Umum dan Rudy Dermawan Muliadi sebagai Sekretaris Jenderal serta Suharto Juwono sebagai Bendahara.
“Ironisnya, saat saya selaku Ketum APKOMINDO yang sah melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, ternyata vonisnya justru menguatkan putusan PN Jaksel yang dimohonkan banding tersebut, sehingga memotivasi saya untuk melakukan langkah upaya hukum kasasi,” pungkasnya.
Fakta yang ada, lanjut Hoki, kepengurusan APKOMINDO memiliki SK Dirjen AHU Kementrian KUMHAM RI sejak tahun 2012 saat Agustinus Sutandar terpilih sebagai Ketum. dan hasil Munas Apkomindo tahun 2015 serta tahun 2019 di bawah kepemimpinan Hoki juga telah memiliki SK KemenkumHAM RI, sedangkan mereka (versi Munaslub) belum memiliki SK KUMHAM RI sama sekali,” tandas Hoki.
Seharusnya, lanjut Hoki, sah atau tidaknya suatu organisasi itu harus berpijak pada aturan hukum. Artinya, didalam ketentuan UU nan masuk menjadi asosiasi yang sah adalah organisasi yang sudah dilegalkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI,” ujarnya.
Perlu diketahui, tentang SK KUMHAM RI tahun 2012 telah di gugat di PTUN pada tahun 2015 dengan hasil gugatan tidak dapat diterima dan telah dikuatkan oleh PT DKI Jakarta, sedangkan upaya kasasi mereka telah ditolak oleh MA.
Selain dari itu pada tahun 2013, mereka telah melakukan gugatan terhadap hasil Munas Apkomindo tahun 2012 di PN Jaktim, dengan hasil gugatan tidak dapat diterima dan telah dikuatkan oleh PT DKI Jakarta. Namun saat ini mereka masih juga melakukan upaya Kasasi lagi, tutur Hoky.
“Yang menarik dan menjadi sorotan awak media adalah surat kontra memori kasasi tertanggal 15 Maret 2021 yang ditanda tangani pengacara kondang Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH, MM, Sordame Purba, SH serta Kartika Yustisia Utami, SH. Disebutkan bahwa yang terpilih dalam Munaslub Apkomindo 2015 tanggal 02 Februari 2015 adalah Ketua Umum Rudy D Muliadi dan Sekjen Faaz Ismail, sementara dalam perkara No. 218/Pdt.G/2020/PN JKT.Pst, jawaban Otto Hasibuan cs dalam eksepsinya menerangkan kepengurusan Ketua Umum dan Sekjen orang yang berbeda, yakni Ketua Umum Rudi Rusdiah dan Sekjen Rudy Dermawan serta Bendahara Kunarto Mintarno. Dengan demikian tidak ada yang sesuai dengan fakta sesungguhnya, tutur Hoky lagi.
“Hal sedemikian membuktikan dengan terang benderang bahwa dalam dokumen akta otentik di pengadilan, terjadi dugaan pemalsuan keterangan berbeda yang dilakukan pihak mereka,” ungkap Hoki .
Meskipun Hoki menyadari bahwa dirinya tidak memiliki latar belakang pendidikan hukum. Akan tetapi secara profesional dirinya optimis menghadapi seorang diri melawan pengacara kondang Otto Hasibuan dari kantor Advokat dan Konsultan Hukum OTTO HASIBUAN & ASSOCIATES.
“Perkara yang dihadapi ini sebenarnya cukup mudah diungkap. Selain support serta bantuan teman-teman media, fakta hukum yang terungkap di persidangan sudah sangat jelas. Artinya, saya yakin bahwa bukti kebenaran tentang pemalsuan dokumen di Pengadilan pasti terungkap,” terang Hoki.
Selaku Penggugat, kata Hoki, pihak lawan memang pandai merekayasa hukum, dimana dirinya sempat pula dikriminalisasi dan ditahan selama 43 hari serta disidangkan di PN Bantul sebanyak 35 kali atas laporan polisi yang dilayangkan kelompok Tergugat di Bareskrim Polri.
“Meski akhirnya saya dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah, termasuk JPU Ansyori, SH melakukan upaya kasasi telah di tolak oleh MA. Namun perjuangan untuk mendapatkan keadilan hukum terkait perkara tersebut, harus kita raih,” papar Hoky.
Dalam hal ini saya yakin dan percaya akan memperoleh keadilan, karena jelas bahwa mereka diduga menggunakan dokumen palsu atau hasil rekasaya. Baik di PN JakSel maupun PN JakPus yang saat ini telah semakin terungkap, urai Hoki.
Sedari awal hingga usai persidangan, secara khusus beberapa wartawan menantikan kuasa hukum Tergugat untuk dimintai konfirmasi terkait terungkapnya dugaan pemalsuan dokumen di persidangan. Sayangnya, kuasa hukum Tergugat tidak bersedia memberikan tanggapan bahkan terkesan menghindar dengan berjalan begitu cepat menuju tangga turun dari Gedung PN JakPus.
Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA yang turut hadir di persidangan tersebut ikut memberikan tanggapan atas kasus yang sedang dihadapi Hoki.
Kepada para awak media Lalengke mengatakan, kisruh yang terjadi di masyarakat terkadang sering dimunculkan oleh Hakim dan dianggap sebagai satu rekayasa, dimana mereka bisa dipengaruhi oleh pihak-pihak yang bersengketa di persidangan. Dan biasanya dalam perkara persidangan Perdata, amplop-amplop itu bisa saja bertebaran di dalamnya dan itu sangat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh para majelis hakim,” ungkap Wilson.
Wilson berharap, dalam kasus ini tidak ada lagi pihak yang melakukan hal-hal yang salah. “Kalau hakim itu menilai kasus ini dengan hati nurani dan dengan fakta-fakta yang ada, ya putuskanlah sesuai dengan fakta itu. Jadi jangan sampai dipengaruhi oleh berbagai kepentingan pribadi,” ujarnya lagi.
Wilson juga menyarankan kepada penasihat Hukum atau Pengacara yang dianggap sebagai salah satu pilar penegakan kebenaran dan keadilan, harus memposisikan diri sebagai wakil Tuhan di dunia ini.
“Berupayalah mewujudkan keadilan dan kebenaran sesuai fakta yang ada di persidangan, jangan melakukan hal-hal yang tidak terpuji seperti dipersidangan ini yang terkesan adanya rekayasa. Belum lagi pemalsuan dan hal-hal yang tidak singkron antara keterangan satu dengan keterangan lainnya. Begitu juga antara dokumen yang satu dengan dokumen lainnya, sehingga pengacara berpotensi berbuat diluar jalur kebenaran.
“Pada persidangan tadi membuktikan bahwasannya dalam dokumen akta otentik di pengadilan, terjadi dugaan pemalsuan dan keterangan yang berbeda.” Tutup Wilson Lalengke, membeberkan. (Tim).
Discussion about this post