Sumatera Barat, Target Sumbar – Pengawas lapangan OP Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) V Sumbar, Jahedar L Tobing diduga kuat menjual sedimen hasil pengerukan proyek normalisasi Batang Kuranji di Kecamatan Siteba, Kota Padang. Diduga Praktik penjualan sedimen masih berjalan lancer tanpa ada penindakan dari pihak berwenang.
Menurut sumber yang dilansir media ini, praktik penjualan sedimen ini menjadi perhatian warga setempat. Terlihat dari banyaknya truk yang keluar masuk membawa hasil sedimen tersebut. Anehnya, muatan sedimen diangkut oleh truk-truk milik pribadi.
Disisi lain, supir truk yang enggan disebutkan namanya mengatakan, ada 3 unit truk dinas yang digunakan untuk mengangkut sedimen hasil pengerukan tersebut pada pekerjaan proyek ini.
Selanjutnya, kata supir, biaya operasional puluhan truk ditambah 3 truk dinas itu diambil dari hasil penjualan sedimen. “Ada kerjasama antara pengawas lapangan dengan pemilik truk pribadi. Hasil penjualan sedimen dibagi sesuai komitmen kedua belah pihak,” papar sopir tersebut.
Sementara, dana yang diambil dari pengerukan sungai per tripnya Rp30 ribu sampai Rp70 ribu. Dugaan, praktik penjualan sedimen hasil pengerukan sungai tidak hanya terjadi di Padang, tapi tampaknya juga terjadi di seluruh daerah Sumbar di setiap paket pekerjaan yang sama di bawah naungan BWSS V Sumbar.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) NO. 35 TAHUN 1991 tentang Sungai BAB II, sungai dikuasai negara berarti sungai adalah aset negara yang harus dipelihara. Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan bahwa penjualan hasil pengerukan sedimen aliran Batang Kuranji bertentangan dengan PP No.53 Tahun 2010 yang mana pasal 4 nya jelas dilarang menjual aset negara.
Kemudian, keterangan pengawas lapangan OP BWSS V Sumbar, Jahedar L Tobing berdalih, penjualan sedimen hasil pengerukan Batang Kuranji dilakukan untuk menutupi biaya operasional pengerjaan proyek tersebut. “Kami menjual sedimen salah satunya untuk menutupi biaya operasional,” jelas Jahedar sambil membenarkan dana yang diambil setiap truk pengangkut sedimen sebesar Rp30 ribu.
Ironisnya, setiap tahun BWSS V Sumbar telah menganggarkan pemeliharaan rutin sungai, dimana sumber dananya melalui APBN. Dan yang menjadi soroton, kemana dana pemeliharaan rutin sungai yang mencapai miliaran rupiah itu, apakah penggunaannya sudah transparan. (***)
Discussion about this post