Oleh: Yohandri Akmal
Semasa kepemimpinannya, Jenderal Besar Soeharto merupakan sosok pencatat sejarah sebagai kepala negara yang paling berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, membesarkan bangsanya. Bukan sesuatu yang berlebihan, namun begitulah kenyataan yang dirasakan bangsa ini dahulunya.
Hasil survey menunjukkan, Soeharto merupakan presiden terbaik dan terhebat. Tidak bisa dilupakan, Soeharto sangat berjasa dalam membangun dan menjaga kewibawaan bangsa ini di mata Internasional. Soeharto dengan segala kelebihan dan kelemahannya menjadikan namanya terpatri dalam otak rakyat sebagai sosok ber-kharisma dan berwibawa. Bila Soeharto hidup dan memerintah di era sekarang ini, mungkin kehebatan Soeharto akan menjadi berbeda.
Soeharto adalah pemimpin besar yang banyak dipuja meskipun sebaliknya juga banyak dicerca. Akan tetapi, saat ini suasana hati sedang bergeser kencang mendorong sisi baik serta kehebatan Jenderal Besar Soeharto di era kepemimpinannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat menunjukkan kerinduan mereka akan kepemimpinan Suharto. Para tokoh/aktifis yang dahulunya di zaman orde baru sebagai penentang paling keras, namun belakangan ini sebagian banyak mereka berubah cara pandang.
Sebagai Bapak Pembangunan yang melekat dalam diri Soeharto, tampaknya juga tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan kesejahteraan rakyatnya. Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer “The Smiling General” karena raut mukanya yang selalu tersenyum di muka publik ataupun didepan pers dalam setiap acara resmi kenegaraan.
Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden.
Mengapa Soeharto belakangan ini dianggap sebagian besar rakyat sebagai presiden terhebat. Sebenarnya tidak mudah untuk menilai prestasi dan kehebatan seorang presiden yang telah memerintah. Setiap presiden yang ada, zaman dan tantangan yang dihadapi berbeda. Namun, Soeharto menjadi sangat hebat karena saat itu masyarakat telah terpatri otaknya dengan pencitraan presiden yang tidak mempunyai kecacatan dan selalu benar. Hal itu, salah satunya dibuktikan dengan pemberitaan media masa yang memposisikan Soeharto sebagai seorang pemimpin yang tidak pernah salah.
Kehebatan Soeharto dalam memimpin negeri ini hampir 32 tahun lamanya. Soeharto melakukan pembangunan secara marathon, dan rinci dari tahap ke tahap. Soeharto hidup dalam jaman otoriter dan tangan besi, mungkin saja pola pemerintah tersebut tidak salah pada jamannya. Karena saat itu Indonesia masih dalam kondisi persatuan, kesatuan dan keamanannya masih sangat buruk. Begitu juga tingkat pendidikan dan perekonomian rakyat masih belum tinggi. Dengan pemerintahannya, Soeharto mampu membangun bangsa ini dengan lebih cepat dan lebih baik.
Situasi dan kondisi saat itu sangat aman, apalagi seluruh media masa dapat dikendalikan terutama dalam mempublish setiap berita. Jika ada sebuah berita yang berujung mengganggu ketidakstabilan bangsa, maka dengan mudah bisa diredam. Sehingga suasana terekam selalu dalam keadaan tentram dan nyaman.
Berbeda dengan jaman era demokrasi saat ini. Kemajuan pesat teknologi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan eforia berdemokrasi, tetapi juga menciptakan eforia informasi yang demikian luar biasa tak terkendali. Setiap orang yang memiliki media serta punya kesempatan, dapat bebas mengeluarkan opini tanpa peduli etika dan semangat membangun bangsa.
Seandainya jenderal besar Soeharto masih hidup dan memimpin pada jaman reformasi ini, maka cerita akan berkata lain. Jelasnya, NKRI tetap berdiri tegak kokoh, kuat, menjadi macan dunia, dengan tidak kebablasan seperti yang terjadi saat ini.
Bila kondisi aman, kondusif dan tidak ada gejolak maka siapapun pemimpinnya layak dinobatkan sebagai pemimpin terhebat dan terbaik. Di akhir tulisan ini, sepertinya didalam penyesalan banyak orang, terlihat wajah-wajah merindukan Jendral Besar Bapak H. Soeharto.
Discussion about this post