By: Ahmad Saleh
Terseru, Papa Minta Saham. Inilah sebuah pemberitaan yang merupakan kategori perbincangan terheboh di mulut masyarakat sekarang ini. Pasalnya, nama yang dicatut adalah Kepala Negara, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.
Akan lebih seru lagi karena yang diduga mencatut adalah petinggi di Senayan, lembaga legislatif yang secara konstitusional adalah wakil rakyat yang, katanya demokratis. Hebatnya, sang petinggi di gedung dewan itu membawa serta seorang pengusaha yang juga menjadi sorotan luas sejak beberapa tahun terakhir, karena ditengarai sebagai pemain utama mafia minyak di Indonesia.
Subyek dugaan catut-mencatut ini adalah saham salah satu perusahaan tambang terkaya di dunia, PT Freeport Indonesia, yang sedang berusaha memperoleh perpanjangan kontrak operasi pasca 2021. Dan, kian hot karena yang melaporkan dugaan catut-mencatut tersebut adalah Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Sudirman Said.
Terkait dugaan yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said ‘berantakan’ sekali, dimana langkah Menteri ESDM melaporkan dugaan catut-mencatut ini “bukan main luar biasanya”. Keberanian Pak Dirman itu akan mendorong pengungkapan secara transparan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang dipinjam untuk mendapatkan saham PT Freeport sebesar 20% atau yang lebih dikenal dengan “Papa Minta Saham”
Seperti diketahui bersama, bahwa gaduhnya juga bukan main. Menurut Rizal Ramli, Menko Kemaritiman dan Sumberdaya, yang dijuluki Rajawali Kepret, catut-mencatut yang dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan adalah sinetron pertarungan antargeng. Kemudian, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan lain lagi. Manuver Sudirman Said, menurut Luhut, tanpa sepengetahuan Kepala Negara, Joko Widodo.
Seperti yang terlihat di salah satu stasiun TV, saat menjawab pertanyaan Najwa Sihab di Metro TV, Sudirman Said dengan gamblang mengatakan, bahwa ia telah melaporkan Kepada Presiden dan Wakil Presiden sebelum melangkah ke gedung DPR. Bacaan saya, Menteri Sudirman menyampaikan laporan ke MKD sepenuhnya atas restu Presiden.
Klarifikasi langsung dari Presiden Jokowi, memang belum ada. Namun saat membuka Konvensi Nasional Perhumas, asosiasi profesi humas, pada 18 Oktober lalu, Presiden Jokowi menyebut istilah yang kemudian menjadi ngetop, yakni “papa minta saham”. Kata Pak Jokowi, istilah itu menjadi trending topik di media sosial menggantikan “mama minta pulsa”.
Di hadapan para penggiat humas tersebut, Presiden mengingatkan perubahan perilaku publik dewasa ini, di mana pengaruh media sosial begitu besar. Ini yang patut menjadi perhatian para praktisi komunikasi, khususnya humas dan public relations. Kok, kebetulan yang dipakai sebagai contoh adalah trending topik “Papa Minta Saham”.
Cukup santer pembicaraan, bahwa Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin telah melakukan hal yang luar biasa. Maroef adalah mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara. Tentu ia tidak sembarangan melakukan manuver, ketika rekaman pembicaraannya dengan para makelar pencatut itu sampai ke tangan Menteri ESDM.
Tidak terlalu penting apakah ia sendiri yang melaporkan rekaman itu kepada Menteri ESDM, atau Menteri ESDM yang proaktif meminta kepada Freeport. Maroef tentu sudah berhitung tentang berbagai sisi legal, baik hukum Indonesia maupun best practices, di mana perusahaan induk Freeport bernaung. Maka, berkat Maroef-lah isu mengenai perselingkuhan politik ini mengemuka. Maroef bahkan disebut-sebut mengatakan dalam pertemuan itu, Freeport tidak bisa memberikan saham sesuai permintaan para makelar itu, karena akan mengirimkan mereka bertiga ke penjara. Lugas dan tegas.
Saya ingat cerita Maroef, bahwa ia mengubah cara kerja manajemen Freeport yang akan semakin memperkuat good governance dan transparansi. Dan ia tak mau pakai cara-cara yang tidak etis, tidak sesuai hukum, dan melanggar aturan dalam menangani proses perpanjangan kontrak di Indonesia. Tekad Maroef itu tampaknya bak gayung bersambut dengan keinginan pemerintah, yang dikomando langsung oleh Presiden Jokowi.
Sekitar sebulan lalu, saat isu “permakelaran” tersebut belum mencuat ke permukaan, Sudirman sudah mengatakan bahwa banyak pihak yang ingin bertemu dengan Freeport untuk menawarkan ‘bantuan’. Saat itu, Menteri Sudirman bahkan sudah menyebut adanya oknum politisi dan pengusaha yang menawarkan jasa dengan imbalan saham, atas nama Presiden dan Wakil Presiden. Ketika hal itu sampai ke telinga Presiden Jokowi, ia disebut-sebut marah dan hanya mengatakan “ora sudi aku.”
Apabila pemerintah ingin proses negosiasi kontrak karya PR Freeport itu lebih bersih, menjadi sangat masuk akal. Ini untuk meningkatkan citra Indonesia di mata dunia, yang menghormati investasi dan tidak menjadikan proses negosiasi perpanjangan kontrak sebagai momentum memperlakukan “sapi perah”. Apalagi, Freeport terlalu seksi untuk tidak dilirik dan “diperah”. Bayangkan, data yang saat ini ada, di areal penambangan Freeport di Timika, terdapat setidaknya 2,2 miliar ton bijih yang setara dengan 1.800 ton emas. Belum lagi kandungan mineral utama, tembaga yang sangat besar dan luar biasa.
Tambang underground Freeport, begitu beroperasi nanti setelah diguyur investasi miliaran dolar AS, akan menjadi tambang underground terbesar, tercanggih di dunia. Oleh karenanya, peluang perselingkuhan politik dan bisnis menjadi titik sentral, yang sangat mungkin terjadi, di seputar proses negosiasi perpanjangan kontak Freeport tersebut. Sementara isu perpanjangan kontrak ini menjanjikan banyak peluang bagi yang ingin mendapatkan rejeki nomplok untuk bersenang-senang, main golf, dan membeli private jet yang representative, “benar-benar mantap”
Kalau divestasi saham PT Freeport nantinya kembali jatuh ke tangan swasta, sulit untuk menyangkal bahwa perselingkuhan politik dan bisnis sudah tidak terjadi lagi. Lebih dari itu, isu nasionalisme dalam pengelolaan tambang seperti Freeport, bukan pada persoalan kepemilikannya. Tetapi lebih penting adalah memaksimalkan dan meningkatkan manfaat ekonomi bagi bangsa Indonesia dan Papua tentunya. Nah bagaimana menurut pendapat anda..? apakah “papa minta saham” ini tak mau kalah dengan sepak terjangnya “mama minta pulsa”.
Discussion about this post