By: H. Mahyeldi, SP (Walikota Padang)
PARIWISATA menjadi sektor primadona saat ini, karena pariwisata mampu menggerakkan sektor-sektor lain nan tumbuh secara berkelanjutan. Kemajuan sektor pariwisata juga mampu mendorong kemajuan di sektor jasa, hotel, rumah makan/restorant, pusat perbelanjaan/pasar. Selain itu, investasi akan tumbuh dan lapangan kerja pun terbuka. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi meningkat, infrastruktur terbangun dan terjaga dengan baik. Hampir semua kota di negara maju menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritasnya.
Pemerintah Kota Padang 2014 – 2019 menempatkan Pariwisata sebagai visinya dan lebih dipertajam di dalam misi serta program unggulannya. Bukan sekedar latah, namun Padang memang punya potensi besar.
Untuk mewujudkan visi tersebut, strategi mesti ditata ulang. Pembenahan Kawasan Wisata Terpadu sebagai Kawasan Destinasi Strategis dan Prioritas menjadi langkah awal.
Salah satu destinasi dalam kawasan Objek Wisata Terpadu adalah Pantai Padang. ‘Menggarap’ Pantai Padang sebagai kawasan pertama yang direvitalisasi dan dibenahi bukan tanpa sebab. Alasan Pertama adalah Pantai Padang yang merupakan landmark Kota Padang melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor PM.19/UM.101/MKP/2009 sudah dinyatakan sebagai Objek Vital Nasional dibidang Pariwisata dan Kebudayaan. Tercatat hanya 27 Destinasi di Indonesia yang ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional melalui keputusan menteri, salah satunya adalah Pantai Padang.
Alasan kedua adalah, Kawasan Pantai Padang sepanjang 4 km sudah seharusnya menjadi daya tarik utama, lokasi pantai yang terletak di tengah kota, akses transportasi yang sangat mudah serta pemandangannya yang sangat luar biasa. Meski beberapa tahun kebelakangan pantai padang cenderung menjadi titik lemah karena ratusan bangunan liar yang menutup pantai, serta banyaknya ‘destinasi tenda ceper’ yang membuat wisatawan enggan lewat apalagi mampir.
Alasan ketiga adalah, pembenahan Pantai Padang dapat menciptakan momentum untuk kebangkitan Pariwisata Kota Padang. Kawasan wisata yang indah yang disebut menjadi titik terlemah, diharapkan masyarakat serta perantau minang dan wisatawan untuk segera dibenahi. Sehingga penataannya terus dinantikan dan didukung oleh semua pihak.
Dengan banyaknya dokumen perencanaan dalam penataan kawasan pantai padang saat ini, hampir semua perencanaan tersebut belum dapat diaplikasikan. Permasalahan utama, yaitu pembongkaran bangunan liar dan relokasi PKL tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Pada era 80-an Pantai Padang atau yang lebih dikenal dengan “Taplau” memang menjadi destinasi utama di Sumatera Barat. Untuk memulihkannya, maka sejak tahun 2015 upaya penataan kawasan sepanjang 4 km terus menerus dilakukan. Baik melalui pedekatan formal maupun pendekatan non formal serta konsisten dengan kebijakan/keputusan yang telah diambil tanpa membeda-bedakan setiap PKL.
Disamping itu, tentunya semua pihak berharap agar terwujudnya “Wisata Modern Nan Religius dan Berbudaya” disertai “Pembenahan Kawasan Wisata Terpadu sebagai Kawasan Destinasi Strategis dan Prioritas”. Untuk memudahkan perencanaan dan penataan kawasan Pantai Padang sepanjang 4 km dari arah selatan ke utara, akhirnya dibagi dalam 6 sektor, diantaranya;
Sektor 1 yakni, Pantai muara (mulai dari muara batang arau sampai ke simpang nipah), Sektor 2; Pantai jalan samudara, (mulai dari simpang nipah sampai ke simpang jalan hang tuah), Sektor 3; Pantai Olo (mulai dari simpang hang tuah sampai simpang olo ladang), Sektor 4; Pantai Purus (mulai simpang dif olo ladang sampai ke tugu IORA.
Sesdangkan pada sektor 5 yaitu, Pantai Cimpago (mulai dari tugu IORA sampai Jembatan Purus), dan Sektor 6; Pantai Muara Lasak/Tugu Perdamaian (mulai dari jembatan purus sampai jalan layang/fly over di belakang hotel pangeran)
Tahap awal yang mesti dilakukan adalah mendata secara detail PKL yang berada dikawasan itu. Menciptakan suasana komunikasi secara dengan menerapkan kebijakan yang konsisten dan tidak membeda-bedakan, terus dilakukan. Dinas Pariwisata ditempatkan menjadi ‘front office’ untuk berkomunikasi dan menerima semua keluhan PKL. Permasalahan serta unjuk rasa dari ratusan PKL dapat diformulasikan untuk dicarikan solusinya, yakni melalui berbagai kegiatan yang ada di OPD terkait. Sedangkan penertiban nan ber-etika dilaksanakan Satpol PP, Dinas Pekerjaan Umum, unsur Kecamatan nan bersinergi dengan OPD terkait yang didukung Polri dan TNI.
Adapun dilakukan pembongkaran tentunya melalui kesepakatan. Metode ini terus dilakukan agar mampu menghasilkan kesadaran para PKL untuk membongkar sandiri bangunannya yang merupakan bangunan liar.
Pembongkaran bangunan liar dan tenda ceper, pertamanya dilakukan di bagian barat Pantai Cimpago (sektor 5), lebih kurang 120 bangunan liar ditertibkan. Para pedagang tersebut direlokasi ke sebelah timur yang sudah dipersiapkan dengan Lapau Panjang Cimpago.
Kawasan Pantai Cimpago ditata dengan memperlebar jalan, taman, kawasan parkir, toilet, kamera cctv, dan menara pantau sebagai pos terpadu. Tahun 2017 ini fasilitas akan ditambah dengan plaza/landmark, tambahan lokasi parkir, shower bilas, lampu taman serta fasilitas penunjang lainnya.
Disamping penataan fisik, pembinaan non fisik juga dilakukan. Pemuda usia kerja direkrut untuk menjadi tenaga kebersihan, relawan Padang by watch serta petugas parkir. Sehingga menjadikan masyarakat sekitar kawasan wisata merasa nyaman dan mampu membawa manfaat bagi peningkatan ekonomi.
Saat ini, kawasan Pantai Cimpago banyak diramaikan oleh wisatawan. Meskipun baru satu sektor yang ditata, namun mampu menjadikan para wisatawan menikmati indahnya kawasan itu. Permasalahan keterbatasan lahan parkir, diwaktu-waktu tertentu, utamanya di hari Sabtu, Minggu sore dan hari libur memang menjadikan kawasan tersebut mengalami macet. Meskipun begitu, keindahan Pantai Padang tetap menghibur dan memanjakan mata.
Pembenahan akan segera dilakukan, upaya memindahkan parkir kendaraan pengunjung yang biasanya di sebelah barat diarahkan ke sebelah timur, di depan Lapau Panjang Cimpago. Jalan jalur timur jauh lebih lebar dari jalan di sebelah barat. Jika pengunjung memarkir kendaraannya di depan Lapau Panjang Cimpago, tentunya akan meningkatkan transaksi jual-beli pedagang.
Penertiban bangunan liar dilakukan mulai dari Sektor 6 (pantai muara lasak) sebanyak lebih kurang 140 bangunan liar. Sektor 4 (pantai purus) sebanyak 62 bangunan liar. Sektor 1 (pantai muara) sebanyak 67 bangunan liar dan sektor 2 (pantai jalan samudera) sebanyak 85 bangunan. Meskipun belum semua sektor tersebut bisa di tata seperti halnya sektor 5 (pantai cimpago) namun mampu diselesaikan dengan baik.
Penertiban lahan relokasi PKL memang menjadi alasan utama, kebijakan penataan meminimalisir dampak social meski dilakukan. Banyaknya para PKL yang menjadikan usahanya sebagai mata pencarian utama keluarga mereka, merupakan pertimbangan dasar pihak terkait lakukan persuasif penertiban pada para PKL. Tentunya, agar mereka berkenan membongkar bangunan liarnya dengan tidak menghilangkan mata pencarian mereka.
Penataan kawasan wisata dan Pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, mungkin merupakan dua pekerjaan yang mudah ditataran teori dan konsep, namun tidaklah mudah dalam aplikasinya.
Salah satu kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kota Padang dalam merelokasi PKL di tahun 2017 dengan merelakan kantor Dinas Pariwisata dan Dinas Perikanan menjadi Pusat Kuliner. Sukses menjadikan semua PKL di sektor 2, mulai simpang Nipah sampai simpang Hangtuah terealisasi direlokasi dititik itu. Dinas Pariwisata dan Dinas Perikanan dipindahkan ke lokasi lain, dengan menggunakan bangunan bekas perumahan dan bekas kantor OPD lain sebagai lokasi kantor. Meskipun ditengah pilihan sulit dan di tengah keterbatasan, namun hal itu dipandang perlu sebagai alternative terbaik.
Kawasan pantai sektor 2 (Pantai jalan samudera) akan segera dilakukan penataan, fasilitas pedistrian yang lebar dibangun kembali. Tujuannya, agar wisatawan dapat menikmati kawasan pantai dengan nyaman dan para PKL pun tidak kehilangan mata pencarian.
Pembenahan Pantai Padang sebagai Destinasi Utama memang menjadi fokus Pemerintah Kota Padang. Tidak kurang 15 OPD bersinergi dengan kegiatan prioritas masing-masing untuk menata kawasan itu, mulai dari pembinaan masyarakat sampai pada pembangunan fisiknya.
Dinas Pariwisata difungsikan sebagai “project manager” untuk memetakan permasalahan, menerima dan menghimpun berbagai keluhan, baik wisatawan maupun masyarakat sekitar. Bersama pihak kecamatan terus bersinergi lakukan sosialisasi kepada masyarakat. Menyusun perencanaan melalui Bappeda mendistribusikan tugas-tugas tersebut untuk dapat menjadi kegiatan prioritas pada OPD terkait.
Beberapa kegiatan prioritas tahun 2017, dilakukan dari beberapa OPD, diantaranya: Pembangunan Pedistrian di Pantai Jalan Samudera, Pembangunan Pujasera di eks Kantor Dinas Pariwisata, Perbaikan Landscape Gunung Padang, Pembuatan Tagline Raksasa di Gunung Padang, Pembangunan Plaza di Pantai Cimpago, Pembangunan Pedestrian di Pantai Muara Lasak, Pembangunan Lapangan Parkir dan Taman Tematik dan Pantai Air Manis, serta pembangunan pedistrian di beberapa lokasi yang mengarah ke pantai padang.
Pada tahun 2018 mendatang, sudah direncanakan membangun diorama Kaki Gunung Padang serta membangun pedistrian dengan memakai atap pergola di pusat-pusat penginapan, akomodasi serta pusat-pusat perbelanjaan. Diharapkan kawasan Pantai Padang dan sekitarnya menjadi kawasan yang sangat ramah bagi pejalan kaki.
Pembenahan kawasan sepanjang Batang Arau, merupakan bagian dari Kawasan Wisata Terpadu terus ber-angsur dilakukan. Pedestrian yang semula rusak oleh PKL atau kegiatan lainnya mulai dipulihkan, sementara persoalan yang masih tersisa adalah pendangkalan Batang Arau di bagian Muara. Sampah dari hulu sungai yang selalu mengotori kawasan tersebut, bangkai-bangkai kapal yang mengganggu pemandangan, serta bangunan-bangunan tua yang sebahagian merupakan cagar budaya yang tidak dipelihara oleh pemiliknya. Akan terus ditata dengan baik.
Mengenai bangunan tua tersebut, Pemerintah Daerah memang kesulitan dalam menganggarkan bantuan atau kegiatan dari APBD untuk merevitalisasinya. Hal ini bukan karena ketersedian anggaran namun dibatasi oleh aturan. Kita tahu, bangunan tersebut bukanlah aset pemda, sehingga tidak diperbolehkan didanai dari APBD untuk memperbaikinya. Hal ini sesuai pasal 75 di Undang-undang 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang menyatakan Pemeliharaan Cagar Budaya merupakan kewajiban pemilik.
Upaya yang sedang dicoba lakukan Pemerintah Kota Padang saat ini, yakni sosialisasi dengan mengajak pemilik bangunan cagar budaya berupaya mencarikan donatur dan sponsor sebagai Bapak asuh dari bangunan cagar budaya tersebut untuk dipelihara.
Pantai Air Manis dengan legenda Batu Malin Kundangnya, merupakan bagian dari Kawasan Wisata Terpadu yang juga mesti dibenahi. Permasalahan utama non fisik/sumber daya manusia, sosialisasi sapta pesona secara terus menerus dilakukan dengan disertai penertiban bersama aparat keamanan untuk menindak pelaku pungli dikawasan tersebut.
Kondisi yang telah berangsur membaik, meskipun masih ada beberapa keluhan namun tentunya harus terus ditingkatkan. Kerjasama pengunjung sangat diharapkan untuk menghadapi pungli dikawasan tersebut, seperti melaporkannya, sehingga Pemerintah Daerah dengan bantuan aparat kepolisian dapat melakukan penindakan.
Tahun 2017, kawasan ini segera dibangun lapangan parkir dan taman-taman tematik yang tentu akan menambah daya tarik kawasan tersebut. Disamping Kawasan Wisata Terpadu, kawasan Bungus, Sungai Pisang dan pulau-pulau di sekitarnya, termasuk Kawasan Destinasi Strategis dan Prioritas.
Permasalahan utama dalam pengelolaan pulau-pulau tersebut tentu masih ada. Contohnya, pengelola pulau-pulau untuk aktivitas wisata tersebut, belum mengajukan izin kepada Pemerintah Kota Padang, sehingga dikuatirkan aktivitasnya merupakan aktivitas ilegal dalam aturan pengelolaan destinasi wisata. Untuk itu, Pemerintah Kota Padang akan segera melakukan penertiban terhadap pengelolaan dan perizinan pulau-pulau itu.
Tidak hanya pembenahan dan penataan Kawasan Destinasi Strategis dan Prioritas. Pemerintah Kota Padang juga melakukan pembenahan pada Kawasan Destinasi Pendukung, seperti pembenahan Kawasan Taman Hutan Raya Bung Hatta, serta membentuk kelompok-kelompok sadar wisata pada destinasi wisata yang bersifat lokal, dimana lokasi tersebut lahannya masih dimiliki atau dikuasai masyarakat. Pembentukan dan Pembinaan Kelompok Sadar Wisata merupakan wujud dari pengelolaan destinasi wisata berbasis masyarakat.
Melakukan penataan pada destinasi wisata, upaya promosi juga gencar dilakukan. Upaya tersebut dilakukan tentunya dalam bentuk memperbanyak kegiatan MICE di Kota Padang. Setiap kegiatan Pemerintah maupun swasta, baik tingkat Propinsi, Nasional dan Internasional ditawarkan untuk dilaksanakan di Kota Padang.
Pada tahun 2015 dan 2016 tercatat beberapa event Internasional di Kota Padang, seperti KTT menlu-menlu negara IORA (Indian Ocean Rim Asociation), Naval Seal Komodo 2016 yang di hadiri ribuan peronil AL dari puluhan negara peserta. Pacific Partner Ship, serta Pertemuan Pengusaha Malindo dan pada tahun 2017 ini direncanakan akan dilaksanakan pertemuan besar Ulama-Ulama se Asia Tenggara di Kota Padang.
Promosi melalui media digital juga gencar dilakukan, saat ini padang sudah mempunyai sebuah aplikasi digital yang dinamakan “Padang City Guide”. Aplikasi ini dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengunduh melalui playstore di perangkat Android atau di IOS-nya. Aplikasi berbasis GPS ini berisi ribuan data lokasi dari bermacam macam informasi. Mulai obyek wisata, hiburan, agenda wisata, tempat ibadah, dokter dan banyak informasi penting lainnya yang ingin diketahui dan dicari oleh pengunjung Kota Padang. Tentunya dengan tujuan untuk memudahkan pengunjung melakukan perjalanan wisata di Kota Padang.
Dengan terpilihnya Provinsi Sumatera Barat sebagai “The Best Halal Destinasi dan The Best Halal Culinary. Hal ini tentu sangat membawa dampak postif terhadap Kota Padang yang di-ibaratkan sebagai halaman muka dari propinsi Sumatera Barat. Momentum ini juga dimanfaatkan untuk mewujudkan visi Kota Padang menjadi Kota Wisata yang Religius dan Berbudaya yang sangat sejalan dengan Pariwisata Halal.
Road Map,untuk menuju itu masih tengah disusun, namun langkah-langkah pendahuluan sudah dilakukan, yaitu mengambil kebijakan dengan penertiban terhadap tempat-tempat hiburan yang tidak berizin yang cenderung ke arah makasiat. Melakukan sosialisasi kepada Industri Perhotelan dan Restoran untuk melakukan sertifikasi halal terhadap industrinya.
Khusus untuk perhotelan memang diharapkan melaksanakan minimal 4 point pokok, yaitu: menyediakan tempat beribadah bagi muslim disekitar lingkungan hotelnya, menyediakan arah kiblat dan sarana ibadah disetiap kamar hotel, pakaian yang digunakan oleh Pegawai hotel harus mencerminkan pakaian budaya minang serta secara rutin melakukan pertunjukan petunjukan kesenian dan budaya minang di hotel tersebut.
Sedangkan untuk Rumah Makan dan Restoran, Pemerintah Kota Padang juga memberikan label “Recomended”. Pemberian itu diberikan kepada rumah makan dan restoran yang mematuhi minimal 4 kriteria, diantaranya; memiliki kelengkapan izin, mempunyai daftar harga menu yang jelas, kepatuhan membayar pajak serta mempunyai lingkungan yang bersih. Restoran yang diberi label “Recomended” dipromosikan secara terus menerus oleh Pemerintah Daerah dan dengan bantuan Propinsi Sumatera Barat, pemberian Insentif jika mereka melakukan sertifikasi “Halal” terhadap usahanya.
Dukungan dalam penerapan wisata halal, datang dari beberapa dermawan di Kota Padang, pada tahun 2016 dan 2017. Dermawan ini membangun dua buah Masjid di kawasan wisata, yakni 1 unit di Kawasan Wisata Pantai Air Manis yang sudah selesai dan telah berfungsi dengan baik. Sementara satunya lagi masih dalam tahap pembangunan yakni,1 unit mesjid di Pantai Jalan Samudera (Sektor 2).
Masih panjang jalan yang harus dilalui untuk mewujudkan visi tersebut, Namun kami yakin dengan dukungan dan sinergi dari semua pihak akan mampu menjadikan Padang sebagai Kawasan Utama Wisata Halal di Indonesia.
Discussion about this post