Adapun teknik wawancara dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
- Teknik verbal
Teknik verbal yaitu teknik wawancara yang betul-betul memerlukan alat bantu hard ware, seperti catatan dan alat tulis, tape recorder, handycam, microfon.
Teknik ini biasanya dilakukan apabila wartawan mengalami kendala dalam hal mengingat hasil wawancara berhubung ingatan manusia itu pendek dan kapasitas memori otak manusia itu terbatas sehingga wartawan membutuhkan alat bantu untuk kelancaran dalam proses wawancara.
- Teknik substansial
Teknik substabtial adalah teknik yang terkait dengan kemampuan jurnalis dari segi ketajaman nuraninya dalam menentukan pilihan tema, tempat dan saat yang tepat bagi berlangsungnya sebuah wawancara. Disini perlu adanya ketajaman analisis sosial.
Dalam melakukan wawancara ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan oleh wartawan:
- Menetapkan waktu dan tempat
Ada beberapa tempat yang baik sebagai lokasi wawancara
Wilayah anda (kantor surat kabar tempat anda bekerja). Biasanya hal ini jarang diperhatikan wartawan atau reporter. Hanya saja, kantor kurang memberikan privasi.
Wilayah mereka (rumah bagi yang tidak bekerja, kantor, pabrik, atau tempat lainnya mereka bekerja). Biasanya bila berada di wilayah mereka, mereka cenderung lebih santai dan dapat berbicara lebih bebas. Perlu dipahami, rumah dikatakan sebagai ekspresi dan kepribadian narasumber (biasanya mereka ingin menunjukkannya kepada narasumber).
Wilayah netral (rumah makan, café, dan hotel). Tempat ini digunakan untuk membangun kontak. Suasana informal yang ada mendorong hadirnya suasana yang hangat. Semua ini akan membantu hubungan anda dengan narasumber.
Ada kelemahan ketika seseorang wartawan atau reporter melakukan wawancara di wilayah mereka. Narasumber biasanya menyambut lebih lapang ketika mengundang wartawan atau reporter ke dalam wilayah pribadinya akibatnya wartawan atau reporter sulit mengkritik narasumber dalam hubungan seperti ini. Tetapi yang umumnya digunakan adalah kantor narasumber.
- Menyiapkan pertanyaan
Cukup banyak wartawan yang kebingungan saat menyiapkna pertanyaan. Apakah pertanyaan itu disusun sebelum wawancara atau dibiarkan berkembang dalam pebicaraan. Beberapa orang berpendapat bahwa cara terbaik adalah menuliskan pertanyaan-pertanyaan penting sesuai dengan urutannya dan member tanda setelah proses wawancara berjalan. Tetapi sebagian lagi menyatakan, cara seperti itu hanya menghambat alur percakapan, biasanya percakapan berlangsung dengan cepat, sehingga sulit untuk menandai pertanyaan yang telah diajukan. Resiko lainnya, wawancar juga bisa berjalan tanpa diduga arahnya. Akibatnya, terkadang sulit untuk berpegang pada rancangan sebelumnya. Pendekatan lain meyarankan, pikirkan dulu informasi apa yang dibutuhkan untuk wawancara. Selanjutnya, buat rincian pertanyaan sesuai dengan urutan logikanya (sebab akibat). Selama wawancara, tiga atau empat informasi penting dapat disusun. Kemudian berdasarkan susunan inilah rangkaian wawancara berkembang.
- Melakukan konfirmasi
Sebelum melakukan wawancra hendaknya reporter atau wartawan melakukan konfirmasi kembali atas wawancara yang akan dilakukan. Konfirmasi disini berguna untuk mengingatkan kembali narasumber.
- Membuka wawancara
Kebanyakan di dalambuku petunjuk pelatihan jurnalistik, menyarankan wartawan atau reporter untuk selalu memulai dengan pertanyaan yang ringan atau yang tidak terlalu menjurus. Fungsinya, agar dapat memancing pendapat dan informasi dasar. Hal ini tujuannya untuk membantu menciptakan kepercayaan narasumber, sehingga wartawan dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sensitive.
- Dalam mengakhiri wawancara, ada baiknya menanyakan kembali kepada narasumber apakah masih ada yang ingin disampaikan. Kemudian gunakanlah kata penutup yang layak seperti ucapan terimakasih. Dan di tambah dengan rencana-rencana untuk melakukan pengecekan dan jalinan kontak pada masa yang akan datang.
Apa yang harus dilakukan wartawan ketika memulai wawancara :
Tanyakan pada diri kita apa kegunaan dari wawancara,karena akan membentuk pertanyaan.
Apakah kita mencari informasi yang luas, pribadi dan professional dari narasumber.
Apakah kita mencari informasi dari topic tertentu dari narasumber.
Apakah kita mencari reaksi dari sebuah berita yang sedang hangat.??
Apakah kita bermaksud membongkar lebih banyak fakta,tentang sebuah kontrofersial yang melibatkan nara sumber ???
Itulah pentingnya seorang Wartawan menguasai materi yang hendak diwawancarakannya terhadap narasumber. Hanya dengan cara seperti itu, ia mampu memperoleh informasi banyak dan akurat serta signifikan.
Konkritnya, beberapa hal dibawah ini bolehlah dianggap sebagai tips untuk menunjang suksesnya sebuah wawancara
- Wartawan harus memakai kalimat tanya yang bisa membuahkan jawaban obyektif.
- Pertanyaan harus selalu diusahakan dengan menggunakan kalimat pendek dan mudah dimengerti.
- Tidak boleh segan-segan mengajukan pertanyaan ulang atas hal-hal yang belum jelas untuk dimengerti.
- Tahu momentum yang tepat. Juga tahu apa yang layak dan tidak layak untuk ditanyakan, sekaligus cara bertanya yang pas.
- Jauhi pertanyaan yang bernada menggurui.
- Hindari gaya interogasi.
- Hindari pertanyaan yang sifatnya mencari legitimasi dari frame pemikiran yang sebetulnya sudah dimiliki.
- Hindari pertanyaan yang bersifat menguji nara sumber.
- Tumbuhkan sifat empaty dalam wawancara.
- Untuk hal-hal yang spesifik, wartawan perlu terlebih dahulu memaparkan persoalan yang hendak dimintakan pendapat dari nara sumber.
- Hindari kalimat tanya yang bersifat mengadu domba.
- Buat pertanyaan yang mampu menggugah daya nalar, ingatan serta perspektif nara sumber.
Semua tips ini dapat menjadi jaminan suksesnya sebuah wawancara. Tetapi, mungkin juga takkan berguna apa-apa, jika tidak diimbangi dengan kemampuan jurnalistik individu yang mengoperasikannya. Karena itu pula, seorang jurnalis “haram” mendatangi nara sumber dengan kepala kosong. (**)
Discussion about this post