TI – Terhitung sejak tanggal 11 Maret 2020, World Health Organisation (WHO) secara resmi menetapkan bahwa virus corona SARS-CoV-2 (covid-19) dari endemi berubah menjadi pandemi global.
Artinya penyakit tersebut saat ini tidak hanya ada dalam satu negara tertentu. Namun telah menyebar keseluruh wilayah dunia. Penetapan ini ibarat alarm kesehatan dunia yang dibunyikan agar semua negara bersiap dalam menghadapi pandemi dari serangan virus corona.
Virus yang pertama kali ditemukan di Provinsi Hubei, Cina ini merupakan pil pahit yang mesti dihadapi bersama.
Pil pahit tersebut tidak hanya dihadapi oleh negara yang memiliki luas wilayah yang kecil, namun juga negara-negara dengan wilayah luas seperti Indonesia, Cina, maupun Amerika.
Fakta hari ini mengatakan status negara maju maupun status negara berkembang bukanlah alasan suatu negara mampu bertahan dari serangan virus corona. Kita ambil contoh misalnya Amerika Serikat.
Amerika Serikat sebagai negara maju dalam segala hal tentu memiliki semua sumber dukungan dan fasilitas yang lengkap. Dana APBN yang besar, teknologi dan SDM yang unggul bukanlah sebuah alasan suatu negara kebal terhadap virus ini.
Terpisah, dalam laman kompas.com, kasus positif terpapar virus corona SARS-CoV-2 mencapai 1.013.709 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 212.015 orang dinyatakan sembuh, dan 52.975 orang meninggal dunia (4/4). Data menunjukkan, Amerika Serikat menjadi negara dengan kasus terkonfirmasi terbanyak, bahkan melebihi China, yang pertama kali menemukan kasus Covid-19 di negaranya. Amerika Serikat melaporkan 243.970 kasus (28.967 kasus baru), dan angka kematian 5.883 orang (781 kasus baru).
Sungguh miris jika melihat data tersebut. Negara maju paman sam kini juga harus tumbang menghadapi virus corona. Padahal negara ini seharusnya lebih bisa mengendalikan dampak dan pencegahan virus corona dengan segal fasilitas dan status negara majunya.
Namun seluk beluk mengapa Amerika bisa tercebur dalam permasalahan ini karena presiden setempat terlalu menganggap enteng virus ini.
Sebelumnya Trump diberitakan dalam media-media daring Amerika bahwa virus corona sama seperti wabah flu yang biasanya terjadi di Amerika Serikat.
Mengutip laman detik.com, ia pernah berujar demikian “Biarkan, jangan lakukan apapun, hanya biarkan dan pikirkan itu sebagai flu.”
Trump menganggap bahwa virus ini sebagai penyakit biasa. Sehingga pemerintah setempat tidak sigap ketika corona sudah menginfeksi disekitar wilayah negara mereka.
Pendapatnya kini berubah. Ia sadar bahwa virus corona bukanlah penyakit yang mudah disembuhkan atau oenyakit yang menyerupai flu biasa. Lebih lanjut dalam laman detik.com, ia berkata “Itu (virus Corona-red) bukan flu. Itu ganas,” tegasnya, sembari membahas seorang teman dekatnya yang berjuang melawan virus Corona dan kini dalam keadaan koma.
Akhirnya hari ini, Trump pun harus putar otak untuk menyiasiasati agar Amerika bisa bangkit dari permasalahan ini. Sebab beberapa rumah sakit seperti di New York sedang dalam masa sulit akibat kelonjakan kunjungan pasien positif corona.
Melansir pemberitaan detik.com, rumah sakit-rumah sakit di negara bagian New York, Amerika Serikat mulai kewalahan menghadapi para pasien terinfeksi virus corona yang terus berdatangan dan sistem kesehatan yang nyaris mencapai kapasitas. Seorang dokter di New York, Shamit Patel mengatakan bahwa rumah sakit kini bersiap untuk yang terburuk dalam beberapa hari ke depan.
Jika ini terus menerus dibiarkan maka mungkin saja rumah-rumah sakit yang ada di Kota New York, Amerika Serikat akan over kapasitas dan pelayanan kesehatan akan lumpuh akibat kewalahan melayani pasien yang terus menerus berdatangan.
Dalam waktu dua minggu ke depan Presiden Trump akan menghadapi masa-masa yang sulit karena akan ada 200 ribu kematian yang diprediksi akan terjadi.
Trump juga mungkin akan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang masif di seluruh wilayah dan negara bagian di Amerika Serikat akibat virus corona, seperti menutup ekonomi dan perjalanan keluar wilayah untuk beberapa waktu kedepan.
Discussion about this post