Ketika Nabimu dihina secara langsung ataupun tidak langsung dengan kata kata atau tulisan, namun hatimu tidak memberontak untuk membela kesuciannya. Maka suatu saat engkau akan bertanggung jawab atas kerusakan agama ini, sebab kerusakan agama di awali dengan diamnya ulama dan ummat terhadap tangan dan mulut yang menodai kesucian Nabinya.
Tentang “Kearifan” dalam menyikapi kejahilan bukan berarti kita harus diam apalagi mesti berdamai dengan alasan bila Nabi pun akan “berdamai” dengan orang orang yang membenci beliau.
Malaikat Jibril menawarkan diri untuk membela Nabi Muhammad SAW ketika diusir dan dilempar oleh penduduk Thaif, namun Baginda Rasulullah SAW melarangnya disebabkan ketidaktahuan penduduk Thaif terhadap Islam.
Sejarah tersebut tidak dapat dipakai dalam menghadapi seorang Presiden dari sebuah Negara besar yang penduduknya tidak sedikit memeluk Islam, bahkan menjadi agama kedua yang terbesar.
Seharusnya Macron bersama kroninya ( Macaroni ) mengetahui persis tentang simbol simbol suci agama Islam. Akan tetapi ia secara sengaja menghina sekaligus melecehkan Nabi Besar Muhammad SAW. Dalam hal ini Macron beserta kroninya tidak bisa disamakan dengan penduduk Thaif.
Karena itu, sudah sepantasnya sebagai ummat terakhir di masa kini, sudah waktunya berdiri dan merapatkan shaf membela Nabi Suci Muhammad SAW tanpa musti mencari cari dalil atau beralasan demi “Kedamaian” dan “Kearifan”.
Sekiranya ada Ulama yang memakai “Kearifan” sebagai judul pembelaan kepada Nabi, para kafir akan bertepuk tangan dan merasa apa yang dilakukan mereka merupakan hal yang wajar atau dapat digolongkan kepada ” Hak kebebasan dalam berekspresi”. Bila ini yang terjadi, maka jangan disalahkan jika pada fase berikutnya, penghinaan kepada Nabi kita akan lebih parah daripada hanya sebuah karikatur.
Ulama yang berbicara atas nama “Kedamaian” dan ” Kearifan” seharusnya dipertanyakan keilmuannya. Apakah benar tersambung sanad keilmuannya kepada Nabi Muhammad SAW atau bisa jadi berbelok tersambung kepada Dajjal.
Salah satu misi Dajjal di dunia ini adalah menciptakan jarak antara ummat dengan Nabinya, perlahan lahan menghilangkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW melalui berbagai cara, salah satunya “mengecilkan” makna jihad dengan membesarkan ” Kearifan” yang semu.
Sadarlah bahwa akhir akhir ini kata kata Jihad telah tenggelam. Dan bisa jadi dalam waktu dekat ini generasi Islam tidak lagi mengenal kata tersebut. Padahal pada hari ini kita dapat menikmati keindahan Islam lantaran jihadnya para ulama dan ummat terdahulu yang dapat memilah antara yang Haq dan yang Bathil.
( Rais Mustasyar Dewan Ulama Thariqah Internasional, Syekh Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani )
Discussion about this post