Target Indo – Wawancara merupakan istilah yang diciptakan dalam bahasa Indonesia untuk menggantikan kata asing Interview (dari bahasa Belanda atau Inggris), yang digunakan oleh pers Indonesia sampai akhir tahun 1950-an. Orang yang mewancarai disebut Pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai. disebut pemberi wawancara (interviewee) atau disebut juga responden.
Jadi, wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang sesuatu hal atau masalah. Wawancara sering kali diasosiasikan dengan pekerjaan kewartawanan untuk keperluan penulisan berita atau feature yang disiarkan dalam media massa. Tetapi wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan, misalnya, penelitian, atau penerimaan pegawai.
Jenis-jenis Wawancara
- Man in the street interview
Cara ini dilakukan bila kita ingin mengetahui pendapat umum masyarakat terhadap isu/persoalan yang hendak kita angkat menjadi bahan berita.
2.Casual Interview (wawancara mendadak).
Wawancara ini adalah jenis wawancara yang dilakukan tanpa persiapan/perencanaan sebelumnya.
- Personality interview
Merupakan wawancara yang dilakukan terhadap figur-figur publik yang terkenal, atau bisa juga terhadap orang-orang yang dianggap memiliki sifat/kebiasaan/prestasi yang unik, yang menarik untuk diangkat sebagai bahan berita.
- News interview
News interview yaitu wawancara dalam rangka memperoleh informasi dan berita dari sumber-sumber yang mempunyai kredibel
Beberapa persiapan yang dilakukan sebelum wawancara, yaitu :
Menentuan tema. Mengapa suatu tema harus diangkat? Kenapa harus sekarang? Pertama-tama tanyakan pada diri sendiri – mengapa kasus dibawakan sekarang? Dari awal harus sudah jelas peran apa yang akan dibawakan – informasi apa yang mau dicari dari narasumber, apakah perspektifnya, dimana mereka akan kita posisikan.
Menentukan Angle. Angle atau sudut pandang sebuah berita ini dibuat untuk membantu tulisan supaya terfokus. Kita tidak mungkin menulis seluruh laporan tentang apa yang kita lihat, atau menulis seluruh uraian yang disampaikan oleh narasumber. Tulisan yang tidak terfokus hanyalah akan membingungkan pembaca. Untuk menentukan angle salah satu cara yang termudah adalah membuat sebuah pertanyaan tunggal tentang apa yang mau kita tulis. Jawaban pertanyaan tidak boleh melebar kemana-mana. Hal-hal yang tidak relevan dengan angle sebaiknya tidak ditanyakan. Jika ada informasi lain yang disampaikan maka bisa dibuat judul lain. Atau informasi yang sangat penting tersebut tidak cukup untuk dibuat dalam berita tersendiri, maka bikinlah sub judul.
Susunlah outline. Agar memudahkan dalam wawancara maka sebaiknya terlebih dahulu kita menyusun kerangka berita (outline) atau istilah yang lebih lazim flowchart. Outline berisi antara lain: Tema berita, Angle, Latar belakang masalah, Narasumber, Daftar pertanyaan, Mengumpulkan Informasi dengan Tepat.
Ketidak akuratan (kesalahan) dalam pemberitaan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian (kesembronoan) yang tidak disengaja. Seorang reporter mungkin tidak menggunakan waktu secukupnya untuk mengecek informasinya sebelum menulis berita. Kemudian ia salah menuliskan nara sumber berita.
Seorang wartawan kawakan akan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari kesalahan fakta. Bila wartawan mewawancarai seseorang, tanyakan nama, umur, alamat, dan nomor teleponnya. Setelah mengumpulkan informasi, ejalah namanya dan bacakan informasi yang diperoleh (tangkap) sehingga sumber berita bisa mengoreksinya.
Nomor telepon tidak ditulis dalam berita, namun reporter harus mengetahuinya untuk mengadakan kontak dengan sumber berita tersebut. Bila informasi narasumber diperoleh dari tangan kedua, harap dicek pada sumber berita untuk membetulkannya. Jangan sekali-kali beranggapan bahwa kita mengetahui semuanya. Kita selalu harus mengecek ulang setiap informasi yang penting. Bila tulisan kita menyangkut materi yang rumit, pastikanlah dulu bahwa kita memahami hal itu.
Umumnya seorang wartawan mengambil peranan sebagai seorang pembaca kebanyakan, dan megajukan pertanyaan sesuai dengan posisi itu.Bila menggunakan statistik atau data matematis, reporter harus mengecek angka-angkanya dan menghitung. Banyak wartawan yang berdalih bermacam-macam bila seorang pembaca yang kritis mengirim surat ke redaksi dan menunjukkan perhitungan yang keliru dalam tulisan wartawan.
Statistik harus dicermati benar dengan penuh kecurigaan. Kita bisa membuktikan apa saja dengan statistik, tergantung bagaimana cara kita menyajikannya dan apa saja yang kita masukkan atau tinggalkan. Tanyakanlah kepada sumber secara cermat untuk meyakinkan kebenaran angka-angka tersebut. Seorang reporter tidak boleh membiarkan dirinya menjadi alat untuk menipu masyarakat. Kekritisan dan pengecekan yang teliti sering bisa menghindarkan hal itu terjadi. (**)
Discussion about this post