Padang, TI – Dalam melaksanakan pembangunan sebuah drainase, tentunya kita musti mengetahui akan kondisi kontur tanah daerah tersebut. Karena sifat air yang mengalir dari dataran tinggi ke dataran yang rendah. Seperti diketahui bersama bahwa drainase adalah suatu pembuangan kelebihan air yang tidak di inginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.
Melihat pekerjaan pembangunan Proyek Peningkatan dan Rehabilitasi Drainase Lingkungan Paket 3 oleh CV. ERA JAYA yang berlokasi di Lubuk Buaya. Nomor Kontrak 25/KONT-PERUM/APBD/DPRKPP/2019 TANGGAL 12 JUNI 2019, dengan Nilai Kontrak Rp. 812.478.586,84. Dicap warga bahwa pengerjaan tersebut dilaksanakan dengan asal jadi saja.
Dikatakan Roni seorang pemuda setempat. Pengerjaan pembangunan Drainase Lingkungan Paket 3 ini, tampak asal jadi saja. Pasalnya, secara teknis pengerjaan pasangan batu pada dinding drianase, tidak dilakukan pengeringan air bandar/kali. Sementara untuk adukan semennya disinyalir tidak sesuai takaran, yang kami lihat adalah untuk satu molen pasir hanya memakai ½ sak semen saja. Sebutnya, Rabu (21/08/19).
Berdasarkan pengakuan seorang pemborong (Kepala Tukang) bernama Arma, Senin (19/08) rekannya sesama pemborong bernama Herman yang memiliki pekerja sebanyak 8 orang, mengalami ketekoran/rugi. Hal itu dikarenakan upah borongan yang ia (Herman) terima terlalu rendah, yakni hanya Rp. 120.000/kubik. sehingga Herman tidak bisa membayar upah para pekerjanya dengan full. Sementara hutang para pekerjanya di salah satu warung rumah makan lokasi proyek, tidak mampu dibayarnya, papar Arma kepada media ini.
“Akibat upah borongan yang terlalu rendah ini, menyebabkan para pekerja terpaksa menyelesaikan pekerjaan dengan asal jadi saja agar target bisa tercapai”, tukasnya.
Menyoal pengerjaan kopor, kami tidak mengerjakannya dan hal ini sudah diketahui oleh pengawas proyek yakni saudara Ego, sebut Arma.
Dikatakan Imam Sodikin, Ketua LSM Tipikor Provinsi Sumbar, Jumat (23/08). Pekerjaan drainase yang asal jadi oleh kontraktor pelaksana musti dibongkar kembali dan harus diperbaiki sesuai spek yang telah ditentukan. Hal ini tidak boleh dibiarkan. Untuk itu, pihak terkait harus bersikap tegas terhadap rekanan bersangkutan dan sekaligus untuk memberi efek jera bagi rekanan yang lain.
TP4D (Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah, dan Pembangunan Daerah) dan pihak terkait lainnya harus mencek dan menindaklanjuti pekerjaan drainase yang dianggap asal jadi oleh warga setempat tersebut, jika ditemukan ada pelanggaran maka harus dipertanggungjawabkan, terang Imam.
Mustinya sebut Imam, dalam membuat adukan, sebelum dicampur air, semen dan pasirnya harus rata terlebih duhulu. Yang sering terjadi, tukang menambahkan air padahal campuran semen dan pasir belum rata. Sementara, semen dan pasir yang tidak tercampur rata akan membuat kualitas permukaan dinding jadi tidak sama. Apalagi jika adukan semen tanpa takaran atau untuk 1 molen pasir (16 keranjang pasir) dengan hanya memakai ½ sak semen saja, tentunya proses adukan seperti itu sangat keterlaluan.
Supaya pekerjaan pembangunan sebuah Drainase bermutu, gunakanlah pasir yang kualitasnya baik. Jangan menggunakan pasir yang memiliki kandungan tanah, tanah liat, dan atau lumpur. Pasir semacam ini membuat daya rekatnya menjadi berkurang. Gunakanlah pasir yang bersih dan bebas dari kandungan tanah dan lumpur. Tukas Imam Sodikin, yang juga anggota Laksusda Sumbar-Riau di era Orde Baru.
Pejabat Proyek atau badan hukum yang ditunjuk oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang mempunyai kekuasaan penuh untuk mengawasi dan mengarahkan pelaksanaan pekerjaan. Mustinya benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik agar pekerjaan sebuah proyek dikerjakan sesuai ketentuan yang ada dalam dokumen kontrak, tutup Imam Sodikin. (Mal/Tim).
Discussion about this post