Jakarta – Keterangan salah satu tersangka pembunuhan Eno Farihah di persidangan RAI, tersangka lain yang masih berusia 15 tahun. Dalam sidang itu Rahmat Arifin, 23 tahun, mengatakan tak mengenal RAI. Kepala Sub Direktorat Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Budi Hermanto mengatakan penyidik kembali memeriksa Arifin.
“Ketika diperiksa di kantor, dia (Arifin) mengatakan menyesal, dan kemudian buat surat pernyataan. Suratnya dibuat langsung setelah sidang bersama pengacara dia,” kata Budi saat ditemui di Polda Metro Jaya, Kamis, 9 Mei 2016.
Menurut Budi, Arifin sempat ingin merevisi keterangan dia di depan hakim. Namun hakim menolak hal tersebut. Alasannya, saat persidangan berlangsung, tiga kali Arifin ditanya dengan pertanyaan yang sama, jawabanya tetap sama, bahwa ia tak mengenal RAI.
Arifin berubah pikiran karena dia benar-benar menyesal dengan yang terjadi pada Eno. Apalagi saat diperlihatkan foto jenazah Eno, kata Budi, Arifin langsung menangis.
Budi mengatakan dalam berita acara pemeriksaan, Arifin justru mengatakan kenal dan menyebut RA sebagai salah satu pembunuh Eno. “Kami punya video BAP-nya juga,” kata dia.
Kepala Unit V Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Handik Zusen menyebut keterangan Arifin berubah di pengadilan karena dia mendapat ancaman RAI. “RAI berupaya lolos dari jerat hukum dengan mempengaruhi Arifin untuk berbohong,” kata dia.
Adapun surat yang menjelaskan kekeliruan Arifin langsung dibuat usai persidangan. Isinya menjelaskan bahwa keterangan dia di sidang pengadilan pada hari Rabu 8 Juni 2016, di Pengadilan Negeri Tangerang tentang peranan RAI adalah bohong.
Pada keterangan tersebut, ia dan Imam Hapriyadi, tersangka pembunuhan Enno lain, bertemu dengan RAI pada 25 Mei 2016. Kemudian membujuk agar Arifin, Imam dan seorang lain bernama Dimas Tompel, agar mengaku bahwa yang melakukan pembunuhan terhadap Eno Farihah ialah mereka, bukan RAI.
Selain itu, dalam surat tersebut, Arifin mengaku diancam RA akan dipukuli oleh teman-teman RAI jika ia bebas kelak. “Kami duga RAI takut hukuman mati,” kata dia.
Handik yang mengaku sejak awal mengawal kasus ini merasa yakin dengan adanya ancaman tersebut. “Keterangan Arifin di pengadilan saya jamin 100 persen bahkan 1.000 persen bohong,” kata dia.
Eno Farihah, 19 tahun, ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di mes karyawati PT Polyta Global Mandiri, di Jalan Pergudangan 8, Dadap, Desa Jatimulya, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten. Menurut polisi, pembunuhan disertai kekerasan ini berawal saat RAI, yang mengaku pacar korban, mengunjungi Eno di mes karyawan tempat Eno bekerja pada Kamis malam, 12 Mei 2016, sekitar pukul 23.30 WIB.
Awalnya, kata polisi, keduanya sempat bercumbu. Namun, ketika RAI mengajak berhubungan badan, Eno menolaknya. RAI yang kesal pun pergi meninggalkan ruangan tersebut. Tak jauh, RAI bertemu dengan Imam dan Arif. Ketiganya sepakat memperkosa korban. Polisi menyebutkan ketiganya tidak saling mengenal, namun sama-sama mengenal korban.
Discussion about this post