Ketapang, targetindo.com – Menyikapi pembatalan terhadap Kontrak pengadaan hibah bibit ternak yang dilakukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Peternakan dan Perkebunan (DPPP) Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat serta pihak dari Kejaksaan Negeri Ketapang, menarik diri selaku Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) terhadap pelaksanaan program bantuan Hibah tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ketapang, Joko Yuhono, SH beserta Ir. Sikat Gudag Kepala DPPP Ketapang melakukan jumpa Pers dengan beberapa awak media di salah satu cafe di Jalan DI. Panjaitan Ketapang, Rabu, (9/8/2017) malam.
Kajari Ketapang menuturkan, maksud pihaknya menarik diri selaku pengawalan terhadap kegiatan itu agar menghindari dari pelanggaran hukum, lantaran adanya aturan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) penerima Hibah harus berbadan hukum.
“Ketentuan itu ada di Pasal 298 ayat 5 No.23 tahun 2014 tentang penerima Hibah dan Bansos, Pemerintah Daerah disebutkan di adakan di APBD sesuai dengan Kemampuan dan bisa di berikan kepada Pemerintah Pusat, Daerah, BUMN, BUMD, Badan atau Lembaga atau Ormas yang berbadan hukum Indonesia”, ungkap, Kajari.
Itu artinya, ia melanjutkan, dari Peraturan tersebut di buatlah satu peraturan juga adanya Esti Mendagri No. 900/ 4627/Estimag/2015. Dimana, menurutnya selain itu pula ada penajaman tentang ketentuan Pasal 298 ayat 5 UU No. 23 Tentang Pemda.
“Di Perbub No.16 tahun 2016 juga diatur dalam Pasal VI huruf C”, ujarnya.
Menurut Kajari, karena Hibah ini bentuknya sosial bukan bentuknya bisnis jadi bentuk badan usaha tidak boleh berbentuk PT, CV dan Firma.
“Intinya kita, saat ini mencari jalan agar surat edaran Mendagri kedepannya untuk daerah – daerah penerima Hibah cukuplah hanya didaftarkan lewat Surat Bupati pengesahannya, tidak lagi dengan adanya pengesahan melalui pembuatan akta notaris untuk di bawa lagi ke Mendagri”, paparnya.
Kajari mengakui, pihaknya beserta beberapa orang dari DPPP Ketapang, pernah menghadap Ke Mendagri, akan tetapi di tarik kesimpulan bahwa pelaksanaan Hibah itu dilakukan saat ini karena harus berbadan hukum pembuatan akta notaris sangat memberatkan bagi Pemkab Ketapang.
“Jadi bukannya kita mau menghalang – halangi orang untuk mendapatkan proyek, itu ada aturannya di Pasal 1335 dan 1337 KUAP Perdata“, tegasnya.
Sementara itu, Kepala DPPP Ketapang, Ir. Sikat Gudag menyampaikan hal senada terhadap cara kelompok tani memperoleh Hibah untuk memiliki legalitas. Berkenaan dengan pelelangan, karena nilai belanjanya diatas Rp.200 juta, ia mengatakan memang itu lelang umum, akan tetapi bentuknya Hibah.
“Bukan seperti lelang biasa, setelah lelang bisa berjalan, akan tetapi kalau lelang Hibah ini masuknya ke Rekening belanja Hibah, maka penerima Hibah itu harus memenuhi ketentuan – ketentuan yang tercantum dalam keputusan Mendagri No.14″, jelas, Sikat.
Maka dari itu, dikatannya lebih lanjut terhadap lelang tersebut dibatalkan pihaknya untuk proses selanjutnya.
Menurut Sikat, bagi kelompok – kelompok yang sudah terbentuk pihaknya akan menyurati jika ingin mempertahankan kelompoknya maka harus ke akta notaris, minta pengesahan ke Dinas setelah itu baru mengajukan proposal,dari lampiran proposal itu adalah pembentukan kelompok, maka apabila itu sudah ada maka layak di masukan kerancangan APBD.
Selanjutnya, ia menuturkan, terhadap kebijakan dari pihak Pemkab Ketapang bila ada kelompok dari hasil penelitian pihaknya yang memenuhi persyaratan dari sekian banyak kelompok terhadap penerima bantuan dana Hibah dari keseluruhan total sejumlah Rp.13 Milyar maka akan di masukan pada anggaran APBD perubahan.
“Jadi kita tidak menghilangkan hak – haknya masyarakat asalkan mengikuti aturan”, ujarnya.
Sikat menyarankan, terhadap Kelompok tani yang belum bisa secepatnya membuat persyaratan aturan yang telah ditetapkan maka program itu bisa dilanjutkan ditahun mendatang, sebab menurutnya uang Hibah itu tidak hilang. (AgsH)
Discussion about this post