Padang, targetindo.com – Polemik PT. Semen Padang (PTSP) tampaknya semakin menarik untuk ditelusuri. Kenapa tidak, perusahaan besar milik BUMN ini sekarang menjadi sorotan banyak pihak terutama oleh para Ninik Mamak Minangkabau. Pasalnya, seluruh saham PTSP telah dikuasai oleh Semen Indonesia.
Tak ingin merasa terhina dinegeri sendiri, sebagian besar tokoh masyarakat beserta ninik mamak rencananya bakal melakukan perjuangan jilid 2. Konon katanya, ludesnya saham PTSP itu sudah berlangsung cukup lama. Tak ingin “takicuih dinan tarang”, berbagai reaksi dari ninik mamak serta tokoh masyarakat minang terus bermunculan, sehingga suasananya terlihat seperti “api dalam sekam”.
Kepada Media ini Sofyan RI Bujang kembali memberikan peryataannya, Selasa siang (21/03). Dengan tegas, dirinya beserta para ninik mamak akan mendesak Semen Indonesia agar memberikan sebagian sahamnya untuk masyarakat Minang, nan dihitung dari nilai tanah ulayat nagari yang diserahkan.
Seterusnya, Ia bersama ninik mamak meminta Semen Indonesia menjelaskan dengan jujur dan transparan terkait ludesnya saham PTSP dinegerinya sendiri. Jika benar kondisinya seperti itu, maka Semen Indonesia mau tidak mau harus mencarikan solusinya.
Dengan catatan jelas Sofyan, Nagari harus megantongi sekian persen saham di PTSP, yang nantinya dipergunakan untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dan selanjutnya Semen Indonesia juga mesti memberikan sahamnya sekian persen untuk Pemda setempat, hitung-hitungannya terserah kesepakatan mereka. Namun dengan komitmen, dilakukan dengan terbuka dan transparan. Tutur Sofyan memberi sinyal.
Pihak Semen Indonesia harus legowo agar mau memenuhi tuntutan masyarakat, kita sama-sama mencintai Negara ini. Untuk itu, kita harus saling berbagi dalam menikmati kekayaan sumber daya alam yang digarap PTSP dinegerinya sendiri.
Kami sebagai putra minang, adalah Warga Negara Indonesia, cinta tanah air dan cinta NKRI. Silahkan keruk hasil alam tanah leluhur kami tapi jangan jadikan masyarakat kami hanya sebagai penonton dinegerinya sendiri, karena ini sama saja menghina para ninik mamak minang, pungkas Sofyan.
Perlu diketahui, kami begitu setia dengan adanya Semen Indonesia, dan kami juga mencintai pabrik ini agar terus berjalan dengan baik. Buktinya, kami tidak melakukan hal-hal yang serupa seperti yang terjadi di Rembang, tapi jika kami tidak digubrisi maka tidak tertutup kemungkinan bakal terjadi gejolak yang melebihi polemik Rembang itu. Sebut Sofyan.
Perlu dicatat, kami ninik mamak bukan berlawanan dengan para petinggi PTSP atau PTSI, Kami hanya memperjuangkan hak nagari atas keberadaan PTSP ditanah ulayat nagari kami, tegas Sofyan.
“Kabau tagak kubangan tingga, luluak dibao sado nan lakek di badan, kubangan babaliak ka nan punyo”. Artinya, apabila perjanjian tadi batal (dibatalkan) atau perjanjian habis masa berlakunya, maka pemakai tanah ulayat berangkat dari tanah ulayat tersebut dan membawa harta milik yang ada di atasnya. Sedangkan tanah ulayat kembali kepada pemilik tanah ulayat semula. Tutup Sofyan sembari berpantun.
Sebelumnya, Wawako Padang Emzalmi berpesan pada Sofyan RI Bujang di pertemuannya beberapa minggu lalu (baca-edisi 02). Pesannya, perjuangan Sofyan dengan ninik mamak lainnya terkait persoalan saham PTSP tersebut sangatlah berat. Karenanya, kita musti hati-hati jangan sampai ada yang mengambil kesempatan di air keruh, dan tuntutan masyarakat meski sesuai aturan hukum dan Undang-undang yang berlaku. Kata Emzalmi di akhir pertemuan pada Senin malam itu yang juga ikut diliput oleh awak Media ini.
Imam Sodikin, Ketua LP Tipikor RI Sumbar mengatakan, negeri minang terkenal dengan keutuhan hukum adatnya. Didalam hukum tanah adat, berlaku sistem hak atas tanah yang berlapis. Ungkapan ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa tidak seorang pun dapat memperoleh tanah untuk selamanya, sesudah meninggal jatuh kepada warisnya.
“Di Minangkabau, hak ganggam bauntuak di letakan pada hak ulayat kaum, hak ulayat kaum di atas hak ulayat nagari” pungkas Imam.
Jika merujuk dari data yang ada, sebagian besar tanah yang dikuasai oleh PTSP saat ini merupakan tanah ulayat nagari yang telah diberikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, pembangunan pabrik, perumahan karyawan, perkantoran dan sarana lainnya.
Dari data yang berhasil dihimpun, hak tanah ulayat Lubuk Kilangan dan Pauh yang telah diserahkan kepada PTSP adalah seluas lebih kurang 759,5 Ha. Dengan rincian penyerahan, yakni pada tahun 1906 seluas 206 Ha. Sedangkan pada tahun 1972 diserahkan seluas 126 Ha kepada PN Semen Padang. Setelah itu pada tahun 2004 kembali diserahkan seluas 412 Ha, namun dalam area 412 ha tersebut sebagian adalah area hutan lindung. Dan yang terakhir pada tahun 2010 seluas 15.5 Ha, pungkasnya lagi.
Mengingat begitu luasnya pemberian tanah ulayat nagari kepada PTSP, sudah semestinya saham untuk Nagari di-adakan. Jika tidak, ini Belanda Hitam namanya, merampok saham PTSP Dinegerinya sendiri. Jelas Imam Sodikin, yang juga Anggota Intel Laksusda Sumbar Riau era Orde Baru.
“Ingat!! penyerahan keseluruhan tanah ulayat itu tidak dalam bentuk dijual, semuanya diberikan masyarakat Luki dan Pauh hanya semata untuk kemajuan PTSP. Jika adapun kompensasi yang diterima para peladang kala itu, adalah ganti rugi tanam-tanaman dan kompensasi menggarap. Kami beberapa orang tokoh Luki dan Pauh memiliki bukti-buktinya” pungkas Sofyan menyalip ucapan Imam Sodikin.
Dilanjutkan Imam, sudah saatnya kita membuka mata dan telinga, bahwa negeri minang ini begitu kuat hukum adat ulayatnya. Jadi, sangat tidak masuk akal jika PTSP yang terletak dinegerinya sendiri, tak selembar pun saham yang dimilikinya. Sedangkan di Frepoort saja, diadakan saham untuk daerahnya.
Untuk sebagai referensi, seperti yang dilansir media online TEMPO.CO. Bahwa dalam berita tersebut dituliskan, Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng mengatakan pemerintah pusat menjanjikan pembagian saham divestasi PT Freeport Indonesia sebesar 10-20 persen. Hal itu diungkapkan Eltinus setelah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, kata Imam.
Saham hasil divestasi itu akan dimiliki Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan pemilik hak ulayat di wilayah sekitar tambang Freeport dan sisanya baru untuk pemerintah pusat.
Sedangkan menurut Eltinus, lebih bagus jika Papua diberikan 20 persen dari divestasi saham Freeport sebesar 51 persen. Sebab, selain pemerintah provinsi, Papua memiliki 28 kabupaten, satu kota, serta para pemilik hak ulayat. Tutup Imam membacakan lansiran berita TEMPO.CO yang dimuat tanggal 20 Maret 2017 kepada media ini.
Ditempat terpisah, dua orang Sumber yang minta tidak disebutkan namanya (sebut saja MR X), dirinya mengatakan, Jangan sampai terjadi konflik atau saling berbeda pendapat antara masyarakat ulayat dengan Semen Indonesia, karena dampaknya tentu pada PTSP jua. Andaikata ada hutang PTSP waktu kepemimpin para direksi terdahulu, sebelum Semen Indonesia (Semen Gresik). Perlu secara jujur dipaparkan, berapa sebenarnya hutang PTSP terhadap Semen Gresik dulu itu, atau dengan dasar itukah menjadikan saham PTSP dihabiskan (nol persen).
“Alangkah baiknya Semen Indonesia transparan tentang pengambil-alihan saham tersebut”, terang MR X.
Berdasarkan informasi nan berkembang, sebagian Petinggi Spin Off yang masih menjabat di PTSP yang sekarang begitu nikmatnya memegang jabatan dalam kemewahan. Diyakini hatinya sangat galau alias ketakutan, karena sebentar lagi belangnya bakal terungkap. Sementara para anggotanya yang berhati mulia dan idealis, nan dulunya berjuang untuk menyelamatkan PTSP, sebagian keberadaannya entah dimana. Jelas MR X.
“Memang, diperkirakan pejuang (Penghianat Spin Off) nan mendapatkan posisi empuk di PTSP yang konon katanya sangat disegani oleh Semen Indonesia, sebentar lagi bakal didepak”, terang MR X satunya lagi.
Terpisah, seorang ninik mamak Kecamatan Pauh, Hasan Basri menjelaskan, reaksi masyarakat saat ini terasa cukup memanas. Pasalnya, para Ninik Mamak tidak terima kalau Saham PTSP “Nol koma nol persen” rencananya Ninik Mamak akan….. bersambung (TIM).
Discussion about this post