Target Sumbar – Sekarang ini banyak Media dan LSM dihantui oleh berbagai macam ancaman. Sebut saja Harian Radar Madura biro Pamekasan. Dimana salah satu wartawannya harus memperkarakan kepala Kemenag Pamekasan karena tindakannya yang arogan yaitu dengan mengancam salah satu wartawan Harian tersebut.
Begitu juga yang terjadi dialami Jawa Pos TV (JTV) biro Pamekasan yang pada 9 Januari 2013 lalu harus dijaga ketat aparat karena Tim Sukses Salah satu Pasangan Calon (Paslon) yang bertarung dalam Pilkada Pamekasan mengancam akan melakukan pengrusakan apabila JTV tidak menghentikan penayangan terkait hasil Quick Count Proximity yang memenangkanLawannya.
Masih teringat di benak kita bahwa semenjak bergulirnya era reformasi seperti saat ini, kejadian memprihatinkan yang menimpa insan Pers sangat banyak terjadi bahkan harus kehilangan nyawa seperti kejadian belakangan ini dan tahun-tahun sebelumnya.
Mengingat semenjak telah tergulingnya rezim orde baru, kebebasan pers sudah ramai didengungkan. Tentunya kita tidak menginginkan pembredelan atau pembungkaman yang menimpa media publik pada masa orde baru dahulu kembali terulang. Bagaimanapun peran Pers yang berfungsi sebagai sosial kontrol sangat mutlak dibutuhkan untuk kemajuan suatu Negara dalam mencerdaskan masyarakat.
Sepengetahuan kita, dalam kode etik jurnalistik yang telah dikeluarkan oleh Dewan Pers sudah sangat jelas kalau pers memberikan ruang yang seluas – luasnya kepada masyarakat untuk menggunakan hak jawab ataupun hak koreksi seperti yang termaktub dalam pasal 11 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia (KEWI) yang pastinya menggunakan prosedur yang berlaku.
Mungkin kita masih teringat akan kasus yang menimpa Majalah Tempo dimana ketika itu diadukan oleh Rizal Mallarangeng kepada Dewan Pers terkait cover Majalah Tempo yang menggambarkan dia ikut menggotong dolar bersama saudara kandungnya mantan menpora Andi Mallarangeng dan Choel Mallarangeng.
Hal itu adalah salah satu contoh yang perlu ditiru yaitu apabila ada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh media secara umum atau seorang wartawannya, maka kita melaporkannya kepada Dewan Pers yang nantinya akan diproses sesuai perundang-undangan yang beraku. Bukan harus melakukan intimidasi, demonstrasi atau pun melakukan pengrusakan terhadap media yang bersangkutan secara berlebihan.
Dalam menjalan fungsi control social, dalam pelaksanaannya tentu kita tidak menginginkan kebebasan pers ternodai oleh tindakan beberapa pihak sikap arogan yang sengaja dilakukan untuk membungkam kebebasan Pers. Apapun alasannya, kekerasan tidak dibenarkan oleh siapapun juga. Bukankah akan lebih baik jika kita duduk satu meja dalam menyampaikan kritik dan uneg-uneg kita terhadap pemberitaan salah satu media, semisalnya merasa kurang puas.
Terkait mereka yang melakukan tindakan – tindakan arogan ataupun kekerasan terhadap Insan Pers, mengingat masih minimnya sosialisasi tentang Kode Etik Jurnalistik maupun UU Pers No. 40 tahun 1999 tentang peran Pers. Meskipun ada dari mereka yang berpendidikan tinggi, namun masih banyak yang belum mengetahui dan memahaminya.
Di era Keterbukaan informasi public dan Sebagai pilar keempat demokrasi keberadaan Pers sangat krusial dan dibutuhkan dalam mengawal kebijakan pemerintah, agar terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Oeh karena itu, kebebasan pers yang bertanggung jawab harus kita junjung tinggi sehingga kedepannya ancaman ataupun intimidasi terhadap pers tidak lagi terdengar dan terulang kembali. (**)
Discussion about this post