TI – Di awal tahun 2018 ini terlihat sudah bermunculan bakal calon pemimpin daerah bak jamur di musim hujan. Ada yang dari partai politik, birokrat, akademis bahkan tidak jarang sang calon dari seorang pengusaha.
Masing masing bakal calon bahkan berani mengeluarkan uang dengan jumlah yang sangat besar, dan berspekulasi membentuk team pemenangan untuk mengatur strategi. Tentunya supaya lebih gampang menyampaikan tentang berbagai program unggulannya. Pastinya untuk menarik hati masyarkat, agar langkahnya tercapai menjadi kepala daerah.
Pemilih aneh, pemilih saat ini bukan memilih pemimpin yang benar-benar ingin memajukan daerahnya. Tetapi kebanyakan memilih pemimpin yang berani bayar, karena masyrakat sudah bosan dengan janji-janji pemimpin yang memang sebelumnya tidak pernah menepati janji di saat kampanye. Jadi sudah sangat jelas benang merahnya adalah faktor kekecewaan, yang susah untuk di obati, karena sudah menyerang sendi sendi di dalam tubuh masyarakat.
Entah kapan, semua nan telah berkembang saat ini sangat sulit untuk dirubah terkecuali masing masing pihak mau duduk bersama untuk merubah pola pikir seperti ini. Mau tidak mau harus di rubah, jangan di biarkan terjadi terus menerus. Karena tentulah bakal berakibat kemajuan suatu daerah tidak akan terwujud, sebab siapapun yang jadi pimpinan di suatu daerah itu, maka dirinya akan berusaha untuk mengembalikan biaya yang telah mereka keluarkan.
Untuk itu, rakyat harus di berikan kesadaran bahwa memilih pemimpin benar-benar secara Rasional, sekarang sudah saatnya duduk bersama mencarikan solusinya, agar daerah mendapatkan pemimpin yang amanah melayani masyarakat dan bukan untuk di layani.
Agar semua ini bisa berjalan dengan lurus dan benar, sehingga kebisaan mengharapkan bayaran tidak terulang lagi. Selanjutnya, menepati janji bagi pemimpin pada saat kampenye nya, bisa terialisasi dalam membangun daerah. Tentulah butuh kesadaran tinggi dan serius dalam memikirkan kesejahteraan masyarakat bukan asbun (asal bunyi) saja.
Discussion about this post