Berita Nasional, Minang News – Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch(ICW), Emerson Yuntho meminta Presiden Joko Widodo tidak harus ikuti keinginan Dewan Perwakilan Rakyat yang ingin merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, wakil dari pemerintah tidak mesti ditunjuk dalam pembahasan RUU KPK di DPR.
“Jokowi harus boikot keinginan DPR revisi UU KPK. Jokowi harus ingat komitmen pemerintah dan DPR soal penundaan pembahasan RUU KPK dan tidak dibahas tahun 2015 ini,” katanya (29/110.
Ia mengatakan bahwa DPR harus konsisten membahas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sesuai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. “Sebaiknya DPR konsisten membahas RUU KUHP dan RUU KUHAP sebagaimana Prolegnas 2015, bukan memprioritaskan RUU KPK yang dinilai oleh publik sebagai RUU titipan koruptor ataupun para pembenci KPK,” tuturnya.
Ia enyebutkan Presiden Joko Widodo harus ingat pada keinginannya menguatkan KPK. “Jika pemerintah setuju keinginan DPR melakukan revisi UU KPK, itu sama halnya pemerintah sedang menggoyahkan pondasi KPK,” ujarnya.
Ditambahkannya, Presiden harus bisa bersikap sebagai pemimpin antikorupsi untuk mencegah pelemahan KPK. “Presiden itu Jokowi, bukan Luhut B. Pandjaitan atau Yasonna Laoly,” tuturnya kembali.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly membuat kesepakatan dengan DPR mengenai pengusulan RUU Tax Amnesty dan revisi UU KPK. Yasonna menyetujui dua RUU tersebut dimasukkan dalam Prolegnas prioritas tahun 2015, sehingga dua RUU tersebut direncanakan akhir tahun ini akan disyahkan.(Tempo. Bud)
Discussion about this post