AS Minta Penyelidikan Terkait Kejahatan Militer Myanmar
Kelompok pemerhati HAM, Shan Human Rights Foundation, dengan keras menuduh pasukan Myanmar melakukan aksi pengeboman terhadap beberapa sekolah dan pembakaran sejumlah kuil Buddha, menembaki dan memerkosa warga sipil dalam serangan melawan kelompok pemberontak etnis di Myanmar Timur.
Atas tindakan itu, Amerika Serikat mengusulkan penyelidikan mandiri dan kredibel oleh pemerintah Myanmar perihal laporan soal kejahatan militer di negara bagian Shan. AS mengecam insiden yang menyebabkan sekitar 10 ribu orang terpaksa mengungsi dari daerah tersebut, jika laporan itu ternyata benar.
“Kaena itu, kami sangat prihatin dengan laporan soal kekejaman dan tindakan brutal militer Burma, termasuk tuduhan penyerangan membabi buta yang dilakukan terhadap penduduk sipil dan infrastruktur, pemerkosaan, dan tindakan kekerasan seksual lainnya,” ungkap Katina Adams, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Kamis (3/12).
“Apabila benar, perbuatan itu sangat tercela dan kami mendesak Pemerintah Burma untuk melakukan penyelidikan serta segera menahan pelaku yang bertanggung jawab atas tindakan mereka,” kata Adams, merujuk kepada nama lain negara Myanmar, Burma. Merupakan pelanggaran berat.
Sekarang ini Myanmar tengah menghadapi berbagai aksi separatisme dari kelompok etnis di perbatasan yang telah berlangsung selama beberapa dekade, sehingga menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Pada bulan lalu, diplomat senior AS untuk Asia, Asisten Menteri Luar Negeri Daniel Russel, berada di Myanmar. Dia bertemu langsung dengan Kepala Militer Myanmar, Min Aung Hlaing dan mendesak militer untuk mempromosikan perdamaian dan rekonsiliasi di daerah konflik yang berkepanjangan.
Begitu juga bulan Oktober lalu, pemerintah semimiliter yang menggantikan junta militer pada 2010 menandatangani gencatan senjata dengan delapan kelompok etnis bersenjata. Tetapi, kesepakatan itu tidak meski dapat menyelesaikan masalah karena tujuh kelompok etnis bersenjata lainnya menolak untuk menandatangani kesepakatan tersebut, termasuk Militer-Utara Negara Bagian Shan dan Tentara Pembebasan Kachin.
Kemaren Suu Kyi pada hari Rabu (2/12) telah melakukan pertemuan dengan kepala militer Aung Min Hlaing dan berunding terkait permasalahan transisi pemerintahan baru Myanmar. Baik Suu Kyi dan Aung Min Hlaing bungkam soal rincian hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut.
Shan Human Rights Foundation telah mendokumentasikan sebanyak delapan kasus kekerasan seksual sejak April 2015, termasuk seorang wanita berusia 32 tahun yang diperkosa oleh 10 tentara pada 5 November saat suaminya diikat di bawah pondok pertanian mereka di Ke See township.
Menurut aktivis di negara bagian Shan, militer telah menyerbu enam desa, menembak dan melukai tiga orang, dan menembaki 17 warga desa yang sekarang dinyatakan hilang sejak 6 Oktober 2015.
Sampai detik ini, pemerintah Myanmar belum bersedia memberikan pernyataan apapun terkait laporan kejahatan di negara bagian tersebut. (**)
Discussion about this post