Cerita Kyai Mansyur tentang Almarhum, terus dipaparkan pada Agus. Setelah negeri ini merdeka kami kembali ke kampung halaman. Sungguh tidak disangka sama sekali kalau nama ayahmu begitu tersohor. Sehingga begitu kami pulang, semua penduduk langsung menyambutnya seperti menyambut seorang raja. Bahkan kepala kampung langsung menghadiahkan ayahmu, setumpak tanah kebun yang begitu luas. Serta sawah dan rumah yang cukup besar.
Semua hadiah itu, merupakan bekas milik tuan tanah yang lari, karena takut oleh kekejamannya sendiri semasa penjajahan. Seketika ayahmu, langsung hidup dalam kemewahan, sedangkan aku mendirikan sebuah pesantren. Meskipun begitu, persahabatanku dengan ayahmu tetap berjalan baik. Bahkan tidak jarang ayahmu membantu pesantrenku dan menurunkan ilmu-ilmunya pada murid-murid yang mondok di pesantrenku itu.
Namun, ada satu ilmu yang memang kularang untuk diturunkan. sementara ayahmu juga mengerti, hingga tidak mau menurunkan ilmunya yang satu itu kepada murid-muridku. Ilmu itu adalah Ilmu Karang,” papar Kyai Mansyur panjang lebar.
“Ilmu karang…?” Agus mulai mendesis dengan kening berkerut.
“Sebuah ilmu yang bisa membuat tubuh seseorang yang menguasainya, menjadi kebal terhadap segala macam jenis senjata yang ada di dunia. Tidak ada satu pun senjata yang mampu melukai kulit tubuhnya. Karena ayahmu telah menguasai betul ilmu itu, membuat peluru Belanda tidak pernah ada yang bisa menyentuh badannya. Bahkan waktu itu, di laskar rakyat, dia selalu bertempur paling depan. Tidak pernah bersembunyi meskipun tubuhnya dihujani peluru. Bahkan mortir sekalipun tidak mampu menghancurkan tubuhnya,” jelas Kyai Mansyur.
“Lantas kenapa Pak Kyai melarang ayah mengajarkan ilmu itu?” balas Agus bertanya.
“Karena, meskipun ilmu itu bisa digunakan untuk jalan kebaikan, tetapi sesungguhnya bertentangan dengan ajaran dan keyakinan kita sebagai umat beragama. Maka tetap saja orang yang menguasai ilmu itu akan menderita, terutama sekali setelah ajal menjemputnya. Baik langit maupun bumi tidak mau menerima jasad dan rohnya. Itu sebabnya, kenapa ayahmu semalam kembali pulang, karena alam kubur tidak mau menerimanya, sebelum ilmu karang itu dibuang dari jasadnya.” Tutur Kyai lagi.
“Kalau begitu, tolong sempurnakanlah almarhum ayah saya, Pak Kyai.” Pinta Agus.
“Tidak semudah itu, Nak. Aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya mencabut Ilmu Karang itu dari tubuhnya. Sayangnya ayahmu tidak sempat memberi tahu rahasia menghilangkan Ilmu Karang-nya itu…”
“Pak Kyai, apakah ayahku akan tetap begitu selamanya?”
“Aku tidak tahu, tapi sebaiknya kamu terus berdoa dan memohon pada Yang Maha Kuasa, agar kematian ayahmu bisa sempurna.”
Agus tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kini dia mengerti sudah persoalannya. Hanya karena sebuah ilmu, jasad dan roh ayahnya tidak bisa diterima oleh bumi dan langit. Ilmu Karang yang dimiliki ayahnya tampaknya sudah bukan rahasia lagi bagi seluruh penduduk di kampung ini. Ironisnya, sebagai darah dagingnya, Agus justru tidak tahu sama sekali.
Pada malam kedua setelah kematiannya, kembali jasad Almarhum pulang dengan cara yang sama. Keanehan ini terus terjadi pada malam-malam selanjutnya. Walaupun sudah dimakamkan lagi, tapi mayat Almarhum kembali pulang secara gaib. Sungguh menyeramkan… bersambung..
Discussion about this post