Prinsip kerja dari PLTA merupakan salah satu tipe pembangkit ramah lingkungan, karena menggunakan air sebagai energi primernya. Energi primer air dengan ketinggian tertentu digunakan untuk menggerakkan turbin yang dikopel dengan generator. Pembangkit Listrik Tenaga Air merupakan pusat pembangkit tanaga listrik yang mengubah energi potensial air menjadi energi listrik. Mesin penggerak yang digunakan adalah turbin air untuk mengubah energi potensial air menjadi kerja mekanis poros yang akan memutar rotor pada generator untuk menghasilkan energi listrik.
Oleh karena itu, pengawasan dan perawatannya harus benar-benar terjaga. Jika tidak? maka bisa berakibat masyarakat menjadi korbannya. Buktinya, PLTA milik PT. Semen Padang di Batu Busuk jebol yang berujung memakan banyak korban. Peristiwa itu terjadi di Kampung Batu Busuk, Kec. Lubuk Kilangan, Kota Padang di tahun 2012 lalu, sehingga 5 orang tewas serta memporak-porandakan lahan pertanian warga akibat dihantam air bah besar.
Padang, targetindo.com – Oknum tak bermoral di PT. Semen Padang (PTSP) tampaknya tiada bosan menzolimi warga sekitarnya secara bergilir. Buktinya, nyawa manusia pun seakan dikorbankan demi kejayaan. Meskipun sudah puluhan kali media ini menyuarakan penderitaan masyarakat sekitar PTSP, namun tetap saja tidak mau berbenah diri. Anehnya, kesewenangan terhadap banyak warga masih saja terjadi.
Disampaikan Hasan Basri, Perkara PT. Semen Padang (PTSP) melawan masyarakat golongan wong cilik di Kampung Batu Busuk, masih menjadi perbincangan hangat masyarakat Sumbar, kuhusnya Lubuk Kilangan. Sebenarnya persoalan tersebut tidaklah terlalu rumit jika pihak manajemen PTSP mau bertanggungjawab dengan mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal, keluarga korban hanya menuntut janji dan tanggung jawab perusahaan sesuai kesepakatan bersama secara tertulis, atas dasar rasa kemanusiaan dan kesejahteraan sosial kemasyarakatan.
Dalam hal ini, kalau pihak Perusahaan mempunyai niat baik dan menjaga nama besar PTSP sesuai dengan visi dan misi perusahaan itu dimata public. Tentu saja pihak PTSP memenuhi semua komitmennya yang tertuang dalam surat perjanjiannya tersebut, sehingga kasusnya tak mesti sampai bergulir keranah hukum, imbuh Hasan lagi.
Dilanjutkannya, keluarga beserta kaumnya mengalami kerugian berupa lahan pertaniann nan hancur total tanpa bisa diolah kembali. Tanah sawah telah tertimbun seluas 6.000 M2, tanah gurun seluas 8.000 M2, 14 Batang pohon durian, 10 Batang pohon petai, 2 Batang pohon Duku, 9 Batang pohon manggis, 17 Batang pohon jengkol dan 100 Batang pohon mahoni sebagai penahan longsor.
“Padahal semua tanaman itu sudah produksi untuk kelangsungan kehidupan perekonomian kaumnya, namun sekarang hanya tinggal kenangan dengan luka yang mendalam” paparnya terlihat meratap sedih.
Disamping itu, longsoran tanah tersebut menghancurkan dan menghanyutkan 5 bangunan rumah dan 4 orang kaum Hasan merenggut nyawa terbawa arus longsoran. Masing- masing Jamaris (lk) 57 Tahun dan anaknya Nila Rasmini (pr) 20 tahun, kemudian Nazwa Fadila (pr) 7 tahun dan adiknya Siti Fadila (pr) 19 bulan. Sedangkan pihak PTSP menyikapi korban bencana itu hanya sekedar memberi uang duka saja sebesar Rp. 2 Juta untuk empat orang korban.
“Pihak keluarga korban terpaksa menolak bantuan tersebut karena dinilai sangat tidak wajar dan dianggap tidak manusiawi. Pungkas Hasan Basri.
“Lima tahun berharap meratap, namun keadilan belum jua didapat dan sekarang ini keluarga korban hanya bisa sumpahi pihak PTSP yang masih saja basipakak” kesalnya menuturkan.
Salah seorang anggota kaum mengatakan, Hasan Basri merupakan tokoh masyarakat Batu busuk sekaligus Mamak kami. Meskipun kami berupaya menuntut gantirugi akibat murni bencana yang timbul atas pecahnya kanal air pemutar turbin PLTA milik PTSP, dan bukan akibat banjir bandang yang pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 24 Juli 2012 dilokasi berbeda. Jelasnya.
“Tapi tuntutan kaum kami selalu menemui jalan buntu, yang intinya pihak PT. Semen Padang secara tidak manusiawi selalu mengelak dan tidak menanggapi tuntutan kami, pihak perusahaan mengklaim kalau itu adalah bencana alam dan tidak ada gantiruginya. Hal ini diucapkan Dirut Utama PT. SP ‘Benny Wendry, MM”, jelasnya lagi.
Zulkifli, warga lainnya ikut menambahkan, saya merasa prihatin terhadap nasib warga korban yang telah bersusah payah untuk mendapatkan keadilan akibat ditimpa musibah atas pecahnya kanal air pemutar turbin PLTA milik PTSP di Desa mereka itu.
Pecahnya kanal air pemutar turbin PLTA tersebut mengakibatkan air bah dan longsoran tanah yang cukup deras menerjang dan memporak porandakan lahan pertanian masyarakat, termasuk keluarga kaum Hasan Basri, tepatnya Terjadi pada tanggal 12 September 2012 lalu. Sebut Zul.….. bersambung (TIM).
Discussion about this post